Minggu, 04 Oktober 2009

Dua Malaikat

“Hhh… bukankah ini terik sekali, Jo,” kata seorang anak kepada teman yang duduk di sampingnya. Ia berusaha mengatasi peluh yang terus bercucuran dari dahi dekilnya itu dengan diusap-usap ke kanan dan kiri bahu. Keringat hangat bercampur kotoran kulit membuat kain kaosnya yang lusuh jadi kian kumal. “Yoi, Man! Banget. Nggak kuat aku sampai. Aus banget nih tenggorokanku,” sahut Johar yang tidak kalah dekilnya dari Aman. Bedanya, ia masih lebih manis dan ganteng.Kalau mereka sekolah, Johar sekarang sudah duduk di kelas empat SD, sedangkan Aman lebih muda setahun darinya. Mereka berdua sama-sama dekil, kumal, dan keringatan. Kulit mereka yang tak pernah dilindungi dari ganasnya terik matahari tampak cokelat kehitam-hitaman. Hampir gosong. Tentu saja karena tak ada yang dapat mereka gunakan sebagai penutup badan kecuali kaos oblong tipis yang didapatkan satu tahun sekali itu. Kaosnya pun sekarang sudah usang. Pasti telah mereka gunakan untuk menyeka keringat mereka bertahun-tahun. Sungguh kaos yang sangat setia. Dan seperti kaos yang setia itu pula, mereka masih setia menjajakan apa saja di daerah ini, meskipun panas dan debu selalu menemani.“Ayo bangun, Man! Kita tidak boleh kalah dari matahari itu. Nanti kita tidak dapat minum kalo dagangan kita nggak laku-laku.” Johar bangkit dari duduknya tanpa merasa malas. Ditariknya tangan sahabatnya yang kecil itu untuk segera bangkit. Aman sedikit enggan. Namun ditepisnya jua perasaan itu demi seplastik es teh super dingin yang melayang-layang di kepalanya. “Hhmmm… pastilah segar menikmatinya di siang yang begitu panas seperti ini,” pikir Aman dalam hati. Lidahnya sedikit menjilat membuat Johar tersenyum geli melihatnya. “Ayo, Bung!” teriak Johar. Aman berdiri. Disabetnya seplastik besar kantong dagangannya. Kali ini mereka menjajakan tissue. Maka turunlah kaki-kaki mungil itu dari jembatan penyeberangan tempatnya beristirahat untuk kembali ke jalanan yang panas menjajakan tissue.“Pak, tissuenya, Pak?” tawar Johar dengan senyum ceria kepada seorang lelaki tua di warung pinggir jalan. Lelaki itu hanya mengangkat sebelah tangannya tanpa menoleh. “Terima kasih, Pak,” jawab Johar dengan sopan. Maka ia pun beralih ke lelaki yang satu dengan senyuman yang masih ceria. Lelaki itu lebih necis, semoga ia butuh tissue hari ini. Barangkali saja mau digunakan untuk melap sepatu kantornya. Namun ternyata lelaki itu pun sedang tidak memerlukan tissue. “Terima kasih, Om.” Masih dengan senyum yang manis Johar membalas gelengan lelaki itu. Tampaknya ia masih asyik mengunyah makanan. Mungkin ia tak sempat berpikir untuk membeli tissue saat ini. Nanti saja ia kembali kalau pria itu sudah selesai makan. Ia yakin tak ada penjual makanan di sini yang menyediakan tissue di warungnya. Layaknya bocah yang sedang gembira, ia pun keluar dan berjalan kembali dengan lincahnya mencari orang yang sedang kegerahan. Sayup-sayup terdengar suaranya menjajakan tissue kepada setiap orang yang dijumpai. Dan seperti yang tadi, mereka juga acuh. Johar hanya membungkuk sedikit sambil berucap terima kasih.Lebih beruntung dari Johar, kali ini Aman telah mendapatkan satu pembeli baru pertama untuk hari itu. Seorang wanita muda. Ia baru saja keluar dari kompleks perbelanjaan. Ia membeli tiga pak kecil sekaligus dari Aman. Anak itu girang dibuatnya. Namun ia bingung saat wanita itu menyerahkan uang sepuluh ribuan. “Maaf, uang ribuan saja, Mbak. Saya tidak punya kembaliannya,” tukas Aman polos. “Nggak usah, nggak papa. Buat Adek aja kembaliannya,” jawab wanita itu ramah. Namun Aman menolak.“Tapi kan ini uang Mbak. Kembaliannya banyak lho,” tukas Aman. Dahi wanita itu berkerut.“Sebentar!” kata Aman kemudian. Ia segera berlari menghampiri Johar yang tak jauh darinya. “Jo! Tuker uang, dong,” katanya sembari menyodorkan sepuluh ribuan itu ke Johar. “Nggak punya, Man! Ini aja belum ada yang laku.”Aman menatap kantong hitam dagangan Johar. Penuh. Ia berpikir sejenak. Lalu kembali berlari lagi ke arah wanita tadi yang masih berdiri menunggu.“Mbak, bentar ya saya tukerin ke warung dulu.” Aman berlaril kecil masuk ke dalam warung yang tadi dimasuki Johar. “Pak? Bisa tuker uang sepuluh ribuan sama receh?” tanyanya ke seorang bapak. Bapak itu melongok isi dompetnya. “Wah, cuma ini, Dek,” katanya mengeluarkan uang tiga ribu rupiah. “Nggak usah udah, Dek!” teriak wanita tadi yang berdiri tak jauh dari warung. Ia kemudian berpaling meninggalkan mereka. Aman bengong. Cepat-cepat disambarnya uang tiga ribu itu dan memberikan sepuluh ribuan ke tangan bapak. Lalu dikejarnya Mbak yang belum jauh berjalan. “Mbak, Mbak! Ini kembaliannya. Maaf ya, kurang. Saya ganti pake tissue aja, ya?” Aman mengeluarkan empat pak tissue dan menyerahkannya pada si Mbak yang masih terheran-heran. Aman kembali ke bapak yang uangnya tadi ia sambar. “Pak, saya boleh tuker uangnya dulu? Nanti uang tiga ribu Bapak saya kembalikan,” tawar Aman.Bapak itu menyerahkan sepuluh ribuan tadi kepada Aman. Namun tidak ia tunggu anak itu yang masih menukarkan uangnya ke tukang ojek. Ia segera bangkit meninggalkan warung setelah Aman pergi. Johar yang melihatnya berusaha menghampiri, tapi bapak itu keburu menyeberang.“Man, cepet, Man!” teriaknya pada Aman yang berlari-lari kecil dari kejauhan. “Wah, telat, Man! Bapaknya udah pergi. Aku nggak sempet nyusul ke seberang. Jalanan rame,” lapor Johar saat Aman tiba. “Yah, gimana dong, ini? Uangnya udah aku tukerin. Punya bapak itu diapakan?”“Hmm… Kita simpen aja, Man. Siapa tahu besok-besok kita ketemu lagi sama bapak itu. Kita tunggu deket warung sini,” usul Johar. Aman berpikir sejenak.“Mm… betul, betul. Kalau gitu sekarang kita beli es aja, Jo!”“Jangan lupa setorin separuhnya, Man.”Aman menghitung uangnya sebentar. “Sepuluh ribu, uang bapak tadi tiga ribu. Tujuh ribu disetorin setengahnya tinggal tiga setengah. Kita beli es teh tiga bungkus sisa lima ratus, Jo.”“Pinter juga kamu berhitung, Man!”Aman mendongak. Meringis. “Eh, adik-adik…! Ini mas bawain es buat kalian.” Aman memberikan dua bungkus es yang baru dibelinya kepada dua anak kecil yang menerimanya dengan wajah sumringah. “Wah… asiiik…! Makasih ya, Mas Aman, Mas Jo!” ujar kedua bocah itu berbarengan.Aman dan Johar tersenyum lalu keluar dari bilik kardus tempat kedua bocah itu berdiam. “Adikmu nggak ngamen?” tanya Johar seraya menyeruput es tehnya.“Tadi pagi. Semoga nanti aku bisa bawa pulang nasi bungkusan buat mereka,” jawab Aman tersenyum. Sama sekali tak terpikirkan olehnya apakah doanya akan terkabul atau tidak.“Sini esnya. Aku kan juga mau,” ujar Aman seraya menarik bungkus es yang masih diseruput Johar. Terpaksa diserahkannya es itu pada Aman meskipun ia masih haus. Giliran Aman minum es.

Karya: lana.azkia
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-motivasi/dua-malaikat.html

Tukang Becak Juga Guru

Sebenarnya...mungkin akan banyak orang yang menyangkal, bagaimana mungkin seorang tukang becak bisa menjadi guru?! Bahkan mungkin aku juga adalah salah satunya. Tetapi itu tidak berlaku lagi setelah suatu hari aku menyaksikan kehidupan seorang tukang becak dan keluarganya. Tentu sebagian orang berpikir kehidupan tukang becak ya hanya seperti itu. Hidup serba terbatas, berpikiran sederhana, yang penting hari ini bisa makan, miskin papa, terbelakang dan menutup diri dari segala informasi atau bahkan memang tak mau perduli dengan informasi itu sendiri. Sebenarnya itu hampir sebagian benar adanya. Tetapi kali ini tidak demikian. Karena yang aku pahami setelah mengetahuinya adalah seperti ini....
Sokiman, itulah nama kecil yang diberikan kepadanya ketika kecil. Dia terlahir di desa sangat terpinggirkan saat itu. Terlahir saat Belanda masih menduduki daerah Kesamben Blitar. Tepatnya desanya bernama Sumbernanas. Mungkin bila kita cari di peta akan sangat sulit untuk menemukannya, atau bahkan saat kita mencarinya secara langsungpun akan sangat sulit untuk mendapatinya. Karena desa itu sedemikian terpencilnya. Akses jalan masuk desa dibatasi langsung oleh bukit dan bulak atau bahasa Indonesianya lahan terbuka yang luas. Dia hidup bahkan tidak dipelihara langsung oleh orang tuanya, karena orang tua lelakinya ikut berjuang melawan penjajah sampai ke pulau seberang yaitu Sumatra dan tidak terdengar lagi kabar beritanya. Bude dan Pakde-nyalah yang memeliharanya hingga dewasa. Sekolahpun ditempuhnya dengan berjalan kaki 10 km setiap harinya yang berarti Sokiman kecil harus berjalan 20 km tiap hari demi ilmu yang diidamkannya.
Sepulang sekolah sejak kecil Sokiman tak pernah tinggal diam, ia ke sawah, ke kebun, memetik kelapa untuk dibuat gula jawa, menggiring sapi serta kambing. Begitulah semua dilakukan demi tetap menyenangkan Pakde dan Budenya. Sampai saat remaja, dia aktif dengan kegiatan kesenian. Dia menjadi panutan para seniman walaupun usianya masih tergolong muda, karena dia mempunyai ketrampilan bermain gendang dan itu tidak dimiliki oleh anak sebayanya. Diapun menjadi pendiri kesenian ketoprak sampai akhirnya dia berhenti karena dia harus berkelana ke Kota Malang untuk mengadu nasib. Dia Menjadi penjual minyak wangi. Singkatnya dia berkecukupan uang dengan keahliannya meracik minyak wangi yang saat itu baru beberapa gelintir orang saja yang bisa melakukannya. Sangat bertolak belakang dengan saat ini, karena kita bisa memilih parfum dari segala aroma tanpa harus datang ke pasar atau alun-alun kota.
Setelah lama di kota, iapun kembali ke desa. dibangunnya rumah orang tua kandungnya dan dicukupilah kebutuhan semua saudaranya. Dia tak perduli walau dia harus berkorban dan bekerja keras setiap hari, semua dilakukan dengan ikhlas. Sampai suatu ketika, dia terpikat pada seorang wanita dari desa seberang. Desa Singkil, tepatnya adalah desa selatan dan barat dari Kabupaten Malang. Akhirnya dia menikah.
Kehidupan di desa Singkil ternyata membawanya keambang kebangkrutan, karena desa itu sangat tertinggal dan jauh dari keramaian, miskin dan tanahnya sangat tandus. Mulailah ia dengan kehidupan yang sudah lama ditinggalkannya, bertani, menebang pohon, memikul batu gamping, bahkan sampai harus memanggul lemari untuk dijajakan demi beberapa rupiah saja. Bahkan ia pun pernah menjadi kuli pecah batu di Wlingi Blitar demi untuk mendapatkan penghasilan. Keluh kesahnya dipendamnya dalam-dalam.
Ujian tak cukup sampai disitu, karena dari pernikahannya hampir 13 tahun belum mendapatkan keturunan. Doa dan puji kepada yang kuasapun tak pernah lepas dari bibirnya. Mungkin Tuhan menguji kesabarannya. Dia akhirnya mengambil anak angkat dari saudara jauh. Dirawatnya dengan kasih sayang, hingga akhirnya tahun ke-5 putra pertamanya lahir. Ujian masih harus pula ditanggungnya, setelah kelahiran anak pertama dan keduanya, kehidupan di desa semakin tak menentu. Maka nekadlah dia merantau ke Kota Malang.
Sebenarnya banyak saudara jauhnya yang berhasil di kota itu. Rata-rata jadi pedagang. Maka iapun mulai ikut berdagang dengan pinjaman modal seadanya. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya uang hasil keuntungannya berdagang dan setelah terkumpul, dikirimnya ke desa. Beberapa tahun kemudian istrinyapun menyusulnya. Seiring dengan bertambah besar kedua anaknya, tidak semakin baiklah penghidupannya. Karena penghasilannya sudah tak mencukupi lagi. Akhirnya diapun gulung tikar. Pinjam modal sudah tak dipercaya lagi. Diapun memilih pekerjaan lain yang sangat tidak pernah dipikirnya, yaitu menjadi tukang becak.
Perjuangan hidup harus dilanjutkan, dia tetap optimis dan percaya bahwa Tuhan tidaklah tidur. Mungkin memang Tuhan sedang mengujinya. Tetapi prinsip utamanya adalah tetap memegang teguh keyakinan pada Tuhan yang maha pengasih dan penyayang, tetap berusaha memperoleh rejeki yang halal. Berangkat pagi pulang petang, demikianlah dilakukannya selama bertahun-tahun tanpa ada perasaan putus asa.
Seiring berjalannya waktu, anaknyapun tumbuh remaja. Anak lelakinya tergolong baik. Selalu mengikuti kegiatan Pramuka sejak kecil. Dipegangnya Dasa Dharma Pramuka dan Tri Satya sebagai pedoman hidup, itulah keyakinannya. Sementara ujian masih berlaku kepada Sokiman tua, anak perempuannya tak bisa sekolah dan terjebak pada pernikahan muda.
Tetapi Sokiman yang telah beranjak tua tetap berjuang mempertahankan hidup keluarganya. Dididiknya anak lelaki satu-satunya dengan budi baik dan selalu berusaha dipenuhinya keperluan sang anak. Sampai dia yakin betul bahwa anaknya kelak tetap teguh keyakinannya kepada Tuhan dan tetap hormat dan santun pada orang tua serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Ternyata perjuangan itu tidaklah sia-sia, anak lelakinya kini bisa hidup lumayan mapan, walaupun anak perempuannya kurang beruntung. Dia telah berhasil menanamkan keyakinan dan kekuatan mental pada anak lelakinya untuk mampu bertahan menghadapi godaan hidup, minuman keras, rokok, judi dan semua hal yang dilarang telah betul-betul berusaha dilawan oleh anak lelakinya. sampai akhirnya sejak lima belas tahun yang lalu, dia telah berhasil menerima manfaat dari kerja kerasnya. Anak lelakinya bisa memenuhi kebutuhan keluarga dari jerih payahnya. Dia dan istrinya yang telah beranjak senja telah bisa duduk santai tanpa harus bekerja keras lagi.
Sokiman tua bisa hidup tenang, senyumnya sudah bisa mengembang, kerja kerasnya kini adalah, dia berdoa siang dan malam bagi kedua anaknya agar bisa hidup semakin baik dari hari-hari sebelumnya. Tukang becak itu, dengan keyakinan imannya dan kerja kerasnya telah bisa mengubah hidup yang hampir tak bermakna menjadi penuh arti, trutama bagi kedua anaknya.
Semangatmu mengilhamiku wahai tukang becak, engkau juga guruku.

Karya : bara simon
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-motivasi/tukang-becak-juga-guru.html

Akhir Sebuah Pesan

Aku murid pindahan di SMA Bakti. Sebelumnya aku bersekolah di salah satu SMA Swasta di kawasan perkotaan. Tapi, karena mengikuti tugas papa yang seorang insinyur pembangunan kami sekeluarga harus ikut pindah untuk sementara ke luar kota. Kami tinggal disebuah desa yang damai dan sejuk, jauh dari lalu lalang kesibukkan kota. Dari sinilah pertemananku dengan Rey dimulai. Memang, sejak pertama kali aku bertemu dengan Rey ada suatu keganjilan pada dirinya. Rey seorang anak yang senang menyendiri, jarang kulihat dia berbincang dengan teman-teman sekelas. Kali ini aku mencoba untuk memberanikan diri berbicara dengannya. Sebab ada sesuatu yang menarikku untuk berteman dengannya, entah apa itu.“Hmm, permisi. Perkenalkan namaku Dylan, kamu pasti Rey,” ucapku sambil mengulurkan tangan. Saat itu pula dalam benakku muncul berbagai pertanyaan, bagaimana jika Rey tidak memperdulikanku dan pergi begitu saja? Ternyata dugaanku itu salah. Rey menanggapi kehadiranku dengan baik.“Ya, aku Rey. Kamu murid baru itu kan, Dylan,” Rey tersenyum lembut seolah tahu apa maksudku. “Eh, Rey kenapa sih kamu kok jarang berbincang dengan teman lain. Padahal kamu itu ternyata anaknya enak diajak bicara lho,”tanyaku pada Rey.“Mungkin... sebentar lagi kamu akan tahu yang sebenarnya Dylan,” jawab Rey dengan nada datar namun serius.Yang benar saja kata-kata Rey barusan membuat aku takut sekaligus penasaran. Apa ya, maksud dari perkataan Rey tadi? Apakah tidak ada sebuah penjelasan yang lebih logis lagi? Entah benar atau tidak yang dikatakan Rey tadi aku tidak tahu, yang pasti aku merasa harus mengungkapkan sebuah misteri pada diri Rey.“Maaf, apa maksud dari perkataanmu tadi Rey?”. “Sudahlah Dylan tidak usah diteruskan, besok baru aku akan mengatakannya padamu, Ok!” jawab Rey seraya meninggalkanku. Saat itu pula semilir angin lembut merasuki tubuhku, membuat jiwaku sedikit tenang.Bel pulang sekolah berbunyi saatnya para murid bergegas untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Aku pulang dengan berjalan kaki, karena rumahku tidak begitu jauh dari sekolah. Rasanya saat ini hatiku sedang kalut termakan waktu, aku mulai merasakan sesuatu sejak berteman dengan Rey. Kehidupanku mulai berubah, banyak hal aneh yang terjadi pada diriku.
***
Gorden kamarku bergoyang tertiup angin, kulihat indahnya langit disinari cahaya bintang dan bulan. Sejenak aku berpikir, dunia ini memang aneh, begitu banyak kisah yang terjadi dan sebuah takdir yang harus dijalani.Tiba-tiba saja mataku terasa begitu berat dan dengan cepat aku terlelap dalam tidurku. Anehnya dalam mimpiku muncul seorang kakek yang tidak kukenal. Dan aku mencoba untuk bertanya pada kakek tua itu. “Maaf, kakek siapa? Dan apa yang sedang kakek lakukan disini?” Ternyata, ekspresi kakek itu sama dengan apa yang dilakukan oleh Rey. Kakek tua itu hanya tersenyum lembut seolah berkata, suatu saat kau akan mengetahuinya.“Dylan...!!! Cepat bangun sayang, sudah pagi nanti terlambat sekolah lho,” suara mama membuatku terjaga dari tidurku.“Iya, ma…! Dylan bangun,” mimpi apa tadi, lagi-lagi hal aneh terjadi. Siapa ya kakek itu? Tapi hati ini rasanya begitu dekat dengan kakek tua itu. Sudahlah aku harus berangkat sekolah.
***
Di sekolah, aku terburu-buru untuk menemui Rey. Tapi tidak kutemukan Rey dimanapun. Akhirnya setelah setiap sudut sekolah ku jelajahi barulah aku menemukan Rey diruangan Lab. IPA, entah apa yang sedang dilakukannya. Yang kutahu hanyalah melihat Rey sedang menatap langit-langit seolah berbicara pada mereka. Selintas aku berpikir, apakah Rey sudah gila. Tapi tak kuhiraukan pikiran itu, aku mencoba untuk berpikir positif. Kutemui Rey dan bertanya apa yang sudah terjadi selama ini. Tiba-tiba Rey mengatakan suatu hal yang tidak ku mengerti.“Dylan... aku rasa sudah saatnya kau harus mengetahui ini semua. Peganglah tanganku dan pejamkan mata,”ungkap Rey meyakinkan.Kucoba untuk mengikuti apa yang dikatakan Rey. Tiba-tiba seperti ada kekuatan besar yang mendorong dan sebuah angin kencang meliputi kami. Saat Rey mengatakan untuk membuka mata, penglihatanku seakan tak percaya akan apa yang ada di depan mataku. Sebuah pemandangan yang tak dapat dijelaskan secara nalar manusia sedang kulihat. Aku merasa berada di alam lain, sebuah padang rumput luas ada didepan mata. Padahal baru saja kami di ruang Lab. IPA di sekolah. “Dylan, coba lihatlah sekelilingmu lebih seksama lagi. Apa yang kamu lihat?” perkataan Rey membuyarkan lamunanku.“Baiklah, Rey,” jawabku. Tak lama kemudian baru kusadari bahwa didepanku ada sebuah rumah yang sangat mewah, tapi rumah itu terlihat sangat kuno dan nampaknya rumah itu tak asing bagiku, ternyata rumah itu mirip dengan rumah di desa yang sedang aku tempati saat ini. “Bukankah itu rumah yang saat ini aku tempati?”
“Benar, Dylan. Sebenarnya semua silsilah keluargamu berasal dari sini dan kau terpilih untuk mengungkap ini semua. Saat ini aku membawamu ke masa lalu atas permintaan seseorang, kau lihat seorang kakek disana? Amatilah apa yang sedang dilakukan kakek tua itu,” ujar Rey padaku.“Baiklah, sepertinya kakek itu sedang menanam sesuatu tapi bukan tanaman yang sedang beliau tanam. Tapi apa? Eh, lihat Rey sepertinya kakek itu yang pernah muncul dalam mimpiku,” “Ayo! Dylan kita ke sana kakek itu sudah masuk kedalam rumah. Kita lihat apa yang ditanam,” teriak Rey. “I...iya, Rey,”ucapku terbata-bata kebingungan.Kami mulai menggali dengan alat seadanya, tapi...hampir saja kami menemukan apa yang telah kami cari selama ini. Tiba-tiba saja teman kami yang bernama Soraya datang ke ruang Lab. IPA, mengagetkan kami berdua sehingga kami kembali ke dunia nyata. Padahal belum sempat kami mengetahui apa yang di tanam kakek itu. Seketika itu pula Rey menyingkir dan berlari meninggalkan kami. Sementara Soraya bingung melihat apa yang terjadi aku berlari menyusul Rey.“Rey….!!! Tunggu! Sekarang apa yang harus kita lakukan?” Tanyaku kebingungan.“Ini memang sudah takdir, kita tidak boleh menggalinya lewat alam lain. Tapi harus dalam dunia nyata. Kita harus melakukannya sekarang, Dylan antar aku ke rumahmu. Mintalah bantuan orang tuamu untuk menggalinya,” pinta Rey.“Baik!”
***
Mama dan papa membantu kami menggali tanah didepan halaman rumah. Dan ternyata memang benar ada sesuatu didalamnya. Sebuah peti baja berlapis perak yang berisi sebuah naskah kuno yang menjelaskan tentang riwayat keluargaku. Seusai mendengarkan papa mengartikan naskah kuno tersebut, aku menjadi paham apa maksud dari semua ini. Ternyata kakek tua itu adalah ayah dari kakek buyutku. Beliau menyebutkan, bahwa naskah itu adalah benda yang sangat berharga bagi keluarga kami dan harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Itulah sebabnya mengapa papa ditempatkan bertugas di desa ini, karena takdir yang membawa kami.

Karya : windy
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-horor/akhir-sebuah-pesan.html

Inginku

“Honey! Kamu baca komik lagi ya?” ucap mama yang membuatku harus segera menutup buku yang kubaca. “harus berapa kali sih mama negur kamu supaya gak baca komik?” lanjut mama lagi dengan nada suara tinggi“tapi ma. . . sekarang kan hari minggu, aku juga udah nyuci semua yang kotor dan juga menyelesaikan tugas – tugas yang mama berikan. Mama kok pengen Honey kerja terus?”“bukannya begitu, kalo kamu emang punya waktu buat baca komik mending kamu baca buku pelajaran kamu.”“ugh, mama jahat! Mama gak pernah mau mencoba untuk sayang Honey! Kenapa kakak bisa baca komik sementara aku nggak? Kenapa aku selalu saja yang dilarang ini dan itu, dan disuruh kerja ini dan itu sementara kakak hanya matibe (makan tidur berak) aja? Sekarang pun saat aku dimarahi baca komik, kakak malah nggak padahal kan baca komik juga. Aku benci mama! Mama gak pernah berbuat adil padaku!” ucapku lalu belari meninggalkan mama, tentu aja gak lupa bawa balik komik yang aku baca tadi.Mama mencoba memanggilku namun tak kuhiraukan, apapun yang mama ucapkan aku gak peduli lagi. Aku selalu berfikir jangan – jangan aku sangat dibenci mama sehingga memperlakukan aku seperti seorang pembantu. Padahal kan ada bibik yang siap melakukan apa saja. Apa aku ini anak haram, anak angkat atau seseorang yang tak diinginkan hadir dalam keluarga ini? Aku selalu berfikir kalau wanita yang kupanggil mama hanyalah kata kiasan untuknya. Aku seperti tak berarti dihadapannya. Setiap kali ada yang kuinginkan selalu saja ditolak dengan berbagai alasan yang tak mungkin untuk kehidupanku saat ini. Padahal apapun yang diminta kakak selalu saja diberikan walaupun itu hanya untuk membuang – buang uang dengan membeli barang yang tidak berguna (kata mama seperti komik)AKU BENCI MAMA! Aku benci wanita yang kupanggil mama. Kenapa aku gak pernah merasakan kasih sayang dari mama, selalu saja kakak yang ada disampingku kalau aku lagi sedih. Mama gak pernah mau dengar keluh kesahku. Hanya kakak dan bibik yang kupunya, sementara papa hanya sekali sebulan datang berkunjung karena harus mengunjungi kantor – kantor yang berada diluar kota maupun diluar negeri. Aku benci dengan semua yang kujalani.***“kakak kenapa gak masuk? Diluar kan dingin”“biar saja diluar. Kalau aku masuk nanti mama marah sama kakak”“tenang aja kak. Biar kakak tidur dikamarku.”“itu tidak mungkin Honey. Kakak udah pergi dan gak boleh balik kerumah ini lagi. Kakak gak bisa pergi dengan tenang karena mama masih belum bisa menjaga dan menyayangimu.”“tapi kak. . .”“Tidak!” aku terbangun. Ternyata Cuma mimpi, tadi aku tertidur ketika sedang menangis merenungi semua yang terjadi.Apa maksudnya mimpi itu? Bukankah mimpi itu adalah kenyataan 5 tahun yang lalu? walaupun sekarang umurku baru sepuluh tahun mama selalu memperlakukan aku seperti anak umur 19 tahun yang bisa bekerja semua yang diperintahkan. Seandainya tidak ada kakak dan bibik, mungkin aku udah mati capek Karena sejak kakak mengatakan ‘gak boleh balik lagi kerumah’ semua tanggung jawab diserahkan padaku. Kalau saja kakak itu cowok, aku pasti akan memakluminya karena tidak bekerja. Tapi kan dia cewek. Aku selalu saja tak bisa punya waktu untuk bermain. Teman sepermainanku hanya tetangga sebelah yang tinggal bersama keluarganya. Itupun hanya waktu – waktu tertentu Karena dilarang keluar.Perkenalkan namaku Honey Venus Aphrodite. Kata kakak, dia yang menambah nama Honey sementara Venus diberikan oleh mama dan Aphrodite diberikan oleh papa. Aku tidak tau nama kakak, hanya saja kadang aku mendengar mama memanggil kakak dengan sebutan Mine. Teman – teman mengatakan kalau nama – nama dalam keluargaku aneh. Habis. . . coba deh ingat, kakak sering dipanggil Mine, aku Honey, sedangkan nama mama adalah Pallas Athena sedangkan papa adalah Artemis Apollo (setiap undangan untuk mama dan papa selalu tertulis begitu). Guru sejarahku pernah berkata bahwa nama dalam keluargaku diambil dari nama – nama dewa dan dewi Yunani. Mungkin juga sih, aku pernah baca kalau namaku adalah nama dewa dan dewi kecantikan (Venus dan Aphrodite). Tapi dalam cerita the tragedy of romeo and Juliet, berarti orang tua dari sedangkan Honey berarti aku akan selalu mendapat kasih sayang, padahal selama ini hanya kakak yang selalu memberiku kasih sayang yang lebih.Mama selalu saja tak ingin bicara padaku kecuali kalau menyangkut masalah komik. Jadi aku hanya mengenal bahwa wanita yang dipanggil Mama adalah sosok wanita yang selalu saja membentak, melarang, dan menghukum jika melakukan kesalahan, tidak seperti yang diceritakan oleh semua teman – teman sebayaku. Sedangkan aku mengenal bibik adalah sosok yang selau menyayangiku seperti kakak juga menyayangiku. Mama tak pernah memberiku komentar atas hasilku sebagai peringkat 1 umum disekolah, serta prestasiku dalam basket dan volli yang sudah tak bisa diragukan lagi. Semua teman – teman mengandalkanku, syukur jika sudah dikasih ucapan ‘selamat ya’ dari mama. Aku pasti akan senang andai saja mama mengatakan satu kata yang dibarengi dengan wajah tersenyum. Tapi. . . Mama selalu saja bicara padaku dengan nada yang tinggi dan wajah yang menakutkan. Bagiku yang pantas untuk kusebut ibu adalah bibik dan bukan mama. Walaupun bibik memberiku kasih sayang, Aku tetap merindukan kasih sayang dan pelukan mama, aku haus akan kasih sayang mama. Aku benci dengan film ataupun sinetron yang menyiarkan jasa – jasa seorang ibu. Ketika mengandung dan melahirkan dengan susah payah, pokoknya aku benci!“neng Honey, waktunya makan. Semua udah nungguin.” Ucap bibik masuk kedalam kamarku.“apa kakak ikut?” ucapku“ndak neng, kakak neng nggak pernah pulang lagi sejak 5 tahun terakhir”“oh begitu ya? Ya sudah. . .” aku berjalan mengekori bibik ke ruang makanKenapa semua orang yang ada dirumah mengatakan kalau kakak gak pernah kembali sejak 5 tahun terakhir? Padahal kan kakak selalu ada dirumah dan menghiburku. Menemaniku, dan bahkan memberikan aku komik untuk dibaca. Aku tak bisa menebak pikiran mereka.Selama makan kami tak pernah bertegur sapa. Beruntung jika ibu bertanya padaku tentang sekolahku. Aku benci akan hal itu, semuanya tak pernah peduli padaku tentang semuanya.***Hari ini pun tetap sama seperti sebelumnya, mama tak menegurku. Padahal hari ini adalah pemberian rapor dan aku mendapatkan peringkat pertama di sekolahku. Hah. . . seandainya kakak, pasti mama akan mengucapkan selamat dan membawa mama ketempat favorit kakak. Ke toko buku dan membelikan buku komik sebanyak yang diminta kakak. Tapi aku. . . aku bahkan tak pernah mendengar ucapan mama, kecuali membentakku.Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku. Kenapa hanya aku yang bisa melihat kakak, dan yang lainnya nggak?Aku pusing mengingat semua itu. aku beranjak meninggalkan ranjangku dan menuju ketempat kesukaanku, meja belajar yang selama ini selalu menjadi pelipur laraku. Dengan meja belajar yang selalu siap kapan saja aku butuhkan, aku menggambar lanjutan komik yang kubuat selama ini. Komik yang selalu kubuat untuk menceritakan kehidupanku yang terjadi selama ini. Kakak duduk diatas ranjangku menemaniku dengan wajah tersenyum lalu tertidur. Wajahnya sangat tenang walaupun agak pucat. Aku tersenyum memperhatikan kakak yang tertidur, dia sangat manis, namun tak seorangpun yang kakak sukai dan ingin dijadikan pacar. Pernah ada beberapa cowok datang ke rumah untuk mengajak kakak keluar, tapi kakak tak pernah keluar tanpa aku. Padahal mama selalu mengatakan agar tak mengajakku, tapi selalu saja ada alasan yang membuat mama mengijinkan aku keluar bersamanya. Yang paling aku sukai diantara cowok yang pernah mengajak kakak, aku paling menyukai kak Andi. Abis, dia selalu membelikan aku es krim setiap kali mengajak kakak keluar (gimana enggak, bayangin aja setiap kali keluar bersama kakak yang bicara selalu saja aku. Jadi yach semacam alat untuk membungkam mulutku yang cerewet.)Aku kembali melanjutkan gambaranku. Sekarang sudah lembaran yang kedua puluh. Jika selesai aku ingin membawanya ke penerbit buku, semoga saja diterima. Aku merapikan meja belajarku dan melangkah menuju tempat kakak tertidur. Aku berbaring disampingnya sambil memeluknya. Malam ini begitu dingin, bahkan hingga kedalam tulang – tulangku. Rasanya seperti diremuk – remuk oleh benda berat.HUAHHH. . . aku membuka lebar – lebar mulutku, dan EHEKH UGH. . . uhh serangga sialan, tau aja nih kalo mulut lagi terbuka lebar. Aku memuntahkan serangga yang baru saja melompat masuk kemulutku ketika aku menguap tadi. Benar – benar payah kan? Aku memang sering teledor, kalo menyangkut tubuh (terutama dibagian wajah) tapi aku berusaha menutupinya. Kan ada pepatah yang mengatakan, kelemahan bisa menjadi senjata yang paling bagus, eh itu pepatah atau bukan yach? Aku lupa, pernah baca dari mana. Kulihat kakak sudah bangun lebih awal dariku.Hari ini adalah hari pertama liburan yang panjang. . . banget. Yach setidaknya liburan selama dua bulan adalah liburan yang paling panjang. Hahh. . . sekarang adalah saat untuk menentukan dimana aku akan berlibur nanti. Hmmm pilih yang jauh atau dekat ya? Kalau dekat, ada kota Mamuju. Katanya disana ada pantai yang indah dan pulau yang berbentuk buaya. Aku pengen liat deh. . . tapi apa mungkin mama mengizinkan aku untuk pergi berlibur? Tapi kalau aku diam terus, aku pasti tidak tahu apakah mama mengizinkan aku atau tidak. Jadi kumantapkan diriku untuk menemui mama meminta izin (sebenarnya gak perlu sih, tapi aku masih menganggapnya sebagai mamaku)“ma. . . aku pengen liburan, karena sekarang kan semua teman – teman aku sudah pergi libur.” Ucapku kepada mama yang sedang menyulam sebuah sweather yang berwarna Pink dan putih. Itu adalah warna kesukaanku dan kakak. Itu pasti untuk kakak, karena mama tak akan memberiku itu, mama tak akan bersusah payah membuatkannya untukku.Mama hanya diam. Sesekali ditatapnya wajahku dengan tatapan kesedihan dan penuh rasa iba seolah ingin mencoba untuk tegar menghadapi kenyataan. Tapi kenyataan apa yach? Aku tak mengerti apa maksud mama menatapku seperti itu “ma. . . aku akan berlibur ke Mamuju, aku ingin meminta persetujuan mama sebagai mamaku.” Ucapku lalu berlalu meninggalkan mama. Aku tak perlu menunggu jawabannya karena mama tak kan menjawabnya.***Hari ini aku sudah bersiap – siap berangkat ke Mamuju. Dengan menggunakan pesawat hanya membutuhkan waktu 2 jam. Tapi pertama – tama aku harus mengecek rekeningku siapa tahu uang dalam rekeningku tak cukup selama aku berada di Mamuju untuk berlibur.Kulangkahkan kakiku menuju mobil yang selama ini selalu setia menemaniku kemanapun aku melangkah. Mobil dengan warna blue and white, dilengkapi gambaran anime kesukaanku, kira yamato bersama kagari dalam serial anime jepang gundam speed, menuju ke tempat ATM terdekat.Hmm lumayan banyak. Kira – kira siapa yang mengirimkan uang sebanyak ini ke rekeningku yach? Mungkin aku mengenalnya. Aku periksa setelah aku tiba dirumah. siapa tau kakak yang menambahkan uang ke rekeningku agar aku bisa berlama – lama di Mamuju, tempat tujuanku berikutnya. Uang yang masuk kedalam rekeningku baru – baru ini sekitar sepuluh juta. Yap lumayanlah untuk menambah rekening yang isinya tinggal sedikit untukku.Tiba dirumah, kuperiksa daftar nomor rekening dalam keluargaku. Dan ternyata benar, kakak yang mengirimkan uang padaku.“kakak! Aku sayang padamu!” Ucapku seraya melompat kearah kakak dan memeluknya.“bagaimana?”“terima kasih kak. Akhirnya uangku cukup untuk berangkat ke Mamuju menggunakan pesawat.”“eitsss, tapi kakak tetap harus ikut. Kakak harus menjaga dan menemanimu ketempat yang baru kau kenal itu.” ucap kakak melepaskan pelukanku lalu merangkulku.“siiip deh!” ucapku sambil mengacungkan jempol dan mengedipkan mata.***Akhirnya tiba juga aku diMamuju. Tempat yang selama ini selalu menjadi khayalan dalam mimpi indahku. Aku membawa koperku sambil mengekori kakak dari belakang.“kak, sepertinya ada yang aneh deh.”“oh ya?” lalu entah apa yang dilakukan kakak sehingga semua kembali normal.Beberapa taksi menunggu di Bandara, namun hanya satu jenis taksi, taksi yang bertuliskan tasha centre. Padahal kalau dikotaku banyak sekali jenis taksi, salah satunya blue bird. Selama perjalanan menuju ke kota Mamuju, jalanan Nampak lengan, hanya sesekali ada mobil yang melintas. Ketika masuk kesebuah perkampungan, mulailah jalanan ramai dihuni oleh motor – motor yang lewat. Mereka gak disiplin banget sih, kok gak pake helm.“pak kira – kira dimana tempat untuk untuk menginap? Paling tidak kalo tidak ada hotel yah penginapan.”“dikota kami, hotel baru ada satu. Hotel berbintang sedang dibuat diarea pantai.” Ucap supir taksi itu.“oh kalau begitu antarkan kami kehotel itu ya pak.”Sesekali aku menurunkan kaca mobil, karena sumpek dengan aromanya. Hmm udaranya sangat segar, jarang – jarang dapetin udara sesegar ini.***TRRRTRTTTR . . . getar HP disakuku mengagetkanku. Dari bibik “halo bik ada apa?” ucapku memulai lebih dulu percakapan“neng, gimana keadaan neng Honey sekarang? Sudah mendapatkan hotel untuk tinggal kan?” ucap bibik yang terdengar gelisah“oh bibik tenang saja, aku udah dapat hotel kok, pelayanannya juga baik. walaupun tidak semewah yang kudapat dirumah, tapi setidaknyamenyenangkan.” Ucapku dengan nada riang.“syukur deh neng. Karena. . .” ucapan bibik terpotong. Entah apa lanjutannya.Bibik menutup telpon tanpa memberitahuku kenapa, tapi yah sudahlah. Lagipula kakak juga baru saja tertidur pulas. Lebih baik nanti saja aku memikirkannya.Aku berbaring disamping kakak mengedarkan pandanganku seluruh kamar yang sedang kuhuni dan mataku tertuju pada satu lembar brosur. Hmmm sepertinya itu daftar wisata di kota ini. Aku bangun kembali dan mengambil brosur yang sengaja diletakkan dimeja itu. Terpampang sebuah foto beserta namanya. Mau tau gak? Isinya bertuliskan, Pantai Lombang – Lombang, kali soddok, eh btw busway namanya lucu ya. Oke lanjutin lagi, gentungan, wah – wah kok tempatnya pada jauh semua sih? kan pengen liat gimana keadaan semua tempat yang ada dibrosur ini.Aku melangkah turun menuju meja resepsionis. Dan bertanya beberapa hal kepadanya.“mbak, kira – kira disini mallnya ada dimana ya? Soalnya selama perjalanan tadi satu pun tidak ada yang kutemui” ucapku pada pegawai resepsionis itu“ohh maaf dek, disini belum ada mall, ada sih Cuma namanya bukan mall tapi istana murah. Kalo ada yang mau mbak butuhkan bisa kesana”Yah payah nih! Terus hmm. . . biasanya selain mall kan ada minimarket, “oh ya mbak kalau minimarket, ada tidak?” ucapku“oh kalau minimarket dek ada, terserah yang mana yang mau mbak pilih. Apakah Harmoni atau Daemart.”Wah ternyata ini benar – benar kota yang baru berkembang (maksudnya baru dikembangin) bayangin aja gak ada mallnya, kalau dimakassar sih pasti ada mall. Tapi bosan juga kalau tiap liburan kesana. Padahal kalau pergi nengok nenek di Korea pasti menyenangkan. Tapi mau bagaimana lagi, kalau sampai dirumah nenek pasti aku dimanjain. Emang enak sih, tapi kan kasihan nenek ngurusin aku padahal usianya sudah memasuki Manula (usia nenek sudah hampir seratus tahun loh)Aku kembali kekamar. Kulihat kakak sedang menulis sesuatu didalam sebuah diary. Semakin lama diperhatikan aku semakin penasaran, akhirnya aku mengendap – endap menuju belakangnya dan mulai melirik apa yang ditulisnya.“Honey! Sampai kapan kamu akan memupuk sifat jelekmu itu? Mulai dari sekarang sadari semua kekuranganmu dulu baru menghakimi mama!” ucap kakak tanpa menoleh ke arahku“maaf deh kak, Honey kan Cuma pengen tau. Apa sih yang kakak tulis?”“rahasia perusahaan dong”“memangnya papa udah ngasih perusahaan untuk kakak?”“maksudnya rahasia pribadi, gak boleh ada orang yang tau. Kamu itu. . .” kakak menarik hidungku “dasar anak kecil” lanjutnya“aduh kak, sakit.” Keluhku sambil berusaha melepaskan tangannya.***Menyenangkan sekali liburan disini. Apa lagi sekarang memasuki Ramadhan. Biarpun berkumpul bersama keluarga, tapi tetap saja seperti kuburan yang tak ada suara. Canda, sapa, dan apapun tak ada. Semuanya suram. Aku benci dengan keadaan seperti itu, istilahnya “gak asik”.DRRRDT DRTTRS“halo assalamu alaikum.” Sapaku pada seseorang diseberang sana.“wa alaikum salam. Honey, kamu dimana sih? aku kangen nih ma kamu. Dasar Honey curang! Kok liburan gak ngajak sih.”“sorry deh ka-one. Soalnya mendadak banget. Jadi lupa deh buat ngajak kamu”“aku kangen ma kamu. Kamu dimana sih sekarang? Aku nyusul kamu sekarang ya.”“terserah kamu deh. Oh ya Arika aku pengen minta tolong ma kamu.”“boleh tapi Tanya dulu dimana kamu liburan” ucap Arika merengek“aku ada di Mamuju sekarang. Eh bawain aku beberapa novel baru ya. Kamu yang beliin tentunya. Yach ngitung – ngitung sebagai oleh – oleh dari situ”“oke deh Honey! Tungguin aku yach. 6 jam lagi aku ada ditempatmu. Beritahukan dimana kamu tinggal yah”“loh kok lama banget? Kan Cuma butuh 2 jam untuk sampai kesini” keluhku padanya.“Hei! Kau mau menang sendiri ya? Aku harus ke Gramedia untuk membeli pesanannmu, dan menyiapkan baju untuk berlibur bersamamu untuk menemanimu”“iya deh sorry. Aku tungguinkamu loh. Bilang aja disupir taksi kehotel srikandi. Dia pasti akan langsung tau.”“oke deh” ucapnya.Aku menutup telepon. Dia adalah Arika, teman baikku sejak kecil. Aku sangat suka dengan dia, karena dia selalu saja manjain aku dan memberiku kasih sayang sebagai ibu, dan juga ayah. Aku tak pernah mendapat kasih sayang dari keluargaku. Mereka semua terlalu terpaku pada kakak“Honey!” teriak kakak“ada apa kak?”“jangan menjelek – jelekkan orang tua. Nggak baik loh”“tapi kan kak. Emang kenyataannya kayak gitu”Kakak melangkah menuju kearahku dan duduk disampingku “Honey, kakak yakin semua yang mama lakuin sama kamu itu ada maksud dan tujuannya”“maksud kakak, supaya membuat Honey kuat, tegar, dan menyadari kasih sayang yang diberikan orang lain pada kita walaupun itu tidak tampak” ucapku agak meninggikan suara, karena aku masih sangat menghargai kakak“tuh. Honey sendiri tau akan hal itu. Kenapa kamu masih ingin membenci mama?” ucap kakak lagi dengan sabar.Aku tak sanggup lagi untuk menjawab. Apa lagi hari ini kakak menguliahi aku lagi seperti sebelumnya. Itulah yang tak kusukai dari orang lain, memberiku ceramah 1 menit. Padahal kakak hanya ingin memberiku yang terbaik, supaya aku gak menyesal dikemudian hari.Tapi, aku juga gak pengen seperti Sasuke dalam cerita Naruto yang mengetahui kebenaran dari semua yang dilakukan oleh kakaknya yang sebenarnya untuk dirinya. Yach harapanku sih gak kayak gitu karena aku yakin kalo mama punya alasan kenapa membenciku.Kakakku punya kehebatan loh. Dia bisa membaca pikiran orang (seperti tadi). Kadang aku mengosongkan pikiranku sebelum berbicara pada kakak, karena pasti kakak akan tahu apa yang baru aja aku lakuin kalau sedang berada didepan kakak.“kak. . . dia siapa? Kenapa bisa berada dalam kamar kita?” tanyaku sambil menunjuk orang asing itu.Kakak melirik kearah yang baru saja aku tunjuk, dan disaat itu juga kakak berteriak. Waduh suara kakak melengking banget, sampe – sampe gendang telingaku ingin pecah.“wah sepertinya kalian sedang asik nih. Aku boleh ikutan gak?” Tanya orang asing itu. Ya ampun benar – benar gak punya sopan santun. Mesti diberi pelajaran nih.“dengar ya Orang asing…”“sandy!”“terserah! Kamu mesti dididik. Kamu gak punya sopan santun sedikitpun.”“Honey. . . kamu tahu lagi bicara dengan siapa?” ucap kakak dengan nada yang sedikit bergetar.“enggak kak. Emangnya dia siapa?” tanyakuKakak menjadi diam setelah aku bertanya. Baru kali ini aku melihat kakak berekspresi seperti itu. Ketika berekspresi sepertitadi, wajah kakak terihat seperti mayat hidup, sangat putih karena pucat.“kak! Ayo jawab. Emang kenapa dengan dia?” ucapku dengan nada yang sedikit tinggi.“oh, eh maaf honey. Dia adalah. . .” ucapan kakak mengambang di udara “bukan. Dia siapa – siapa.”Cowok ini menyenangkan banget deh. Abis dia nyambung bangt ma aku, dia tahu semua animasi jepang. Bahkan tahu bahasa Jepang. Yah walaupun belum lancar sih, tapi aku senang jika mendapat teman baru yang sama sepertiku***“Assalamu alaikum.” Seseorang mengetuk pintu dari luar.“Waalaikum salam” ucapku lalu berlari menuju pintu“ARINA” “HONEY” ucapku dan arina bersamaan.Kami berpelukan melepas rindu (maksudnyamelepaskan rindunya arina karena aku pergi tanpa memberitahunya.)Aku mengajaknya masuk kedalam kamar yang baru aku tempati selama sebulan ini. Dia mengeluarkan beberapa buah buku“nih, pesananmu. Susah tahu nyari novel baru. semuanya udah kamu baca. Jadi, mesti nunggu kiriman yang aku pesan online. Untungnya cepat, jadi gak perlu nunggu ampe 2 3 hari” ucap Arina langsung nyerocos tanpa dikomando. Matanya tertuju pada Sandy orang yang baru aku kenal beberapa menit yang lalu. “dia siapa Honey?” tunjuk Arina.“kenalkan. . .” baru saja aku ingin memperkenalkan eh dia malah motong ucapanku“perkenalkan tuan putri. Namaku Sandy, nama tuan putrid siapa?” ucap Sandy sedikit menggoda Arina.Arina menjauh dari Sandy dan bersembunyi dibalik punggungku. Hmm. . . dasar Arina "honey!" suara Arina terdengar dari seberang "ada apa?" tanyaku sehalus mungkin. aku tidak tau apayang terjadi padaku selama beberapa bulan ini, tiba - tiba sifat dan amarahku seolah hilang. aku seperti manusia yang hidup tanpa arah. "honey! cepat kerumah sakit. mamamu terkena musibah" mendengar kata mama, aku langsung kaget. 'mama? sudah berapa lama aku tak mendengar suaranya, merasakan belaiannya?' pertanyaan itu terus terngiang dipikaranku. akankah semua itu terjawab? "arina! bagaimana keadaan mamaku?" tanyaku pada Arina. perasaan yang sempat hilang itu kini kembali. aku bertanya padanya dengan wajah sudah basah terkena air mata yang sejak tadi kutahan. "sejak tadi mamamu mencarimu. dia terus memanggilmu. kusarankan untuk segera bertemu dengannya." ucap Arina yang mulai panik. aku langsung berlari menuju kamar yangditujukan arina. "mama!" teriakku histeris wanita yang selama ini kubenci sampai kedalam sanubariku berubah menjadi wanita yang sangat lemah dan tak berdaya. aku tak percaya dengan segala hal yang kulihat hari ini "Honey. maafin. . . mama. . ." "nggak ma. justru Honey yang minta maaf." aku terus menteskan air mata. aku gak ingin menahannya lagi. aku ingin menumpahkan segalanya kepada mama. "honey gak tau kalau selama ini kakak udah pergi dari dunia ini. honey gak tau kalau kemampuan honey buat mama takut. maafin honey ma." "mama. . . hanya ingin. . . Honey menjadi kuat dengan segala hal yang tak bisa honey miliki. . . mama hanya ingin agar. . . honey tidak seperti mama ketika seumuran dengan kamu yang sangat mudah untuk menangis. . . mama. . ." "honey ngerti kok ma. tapi mama harus janji agar mama tetap mau menemani honey disini. mama gak akan nyusul kakak" "maafin mama. . . tapi sepertinya untuk yang terakhir pun mama tidak bisa memenuhi permintaanmu. tapi mama. . . punya hadiah untuk ulang tahunmu yang akan dirayakan hari rabu besok" "mama. honey gak butuhhadiah. honey hanya ingin agar mama tetap berada disamping honey" "maaf. . . honey. . ." TIIIT. . . bunyi inhalator yang menjadi penunjang hidup mama. "mama!"*** hari ini adalah hari ulang tahunku. tepat sehari setelah mama pergi. kemampuan yang kudapat dari kedua orangtuaku membuatku tak kehilangan dengan semua orang yang aku cintai. hadiah dari mama akan kujaga dan kurawat agar dapat dinikmati oleh anak dan cucuku kelak. . . inginku. .

Karya : hoshi akari
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-remaja/inginku.-.html

Sabtu, 12 September 2009

Bangkit Negriku

kesedihan terlihat dari pancaran mata yang kian tirus
Kembali ibu pertiwi menangis

Negeriku berduka
Terlintas sebuah tanya pada setiap benak jiwa-jiwa rapuh
Belum cukupkah penderitaan bangsa ini?
Setelah berbagai kasus tikus-tikus kantor yang menggerogoti daging saudaranya sendiri
Mengapa kini harus ada kematian demi kematian tragis lagi??
wahai jiwa-jiwa yang luka
yang merana,hampa dan mati rasa
Kembalilah engkau bersinar
Terangi negeri ini dengan semangat
Bersatulah….

Karya : Gerbera


Cinta Dalam Hati

Meski kau jauh

Namun dekat di hati
Meski kau tak hiraukanku
Namun aku tetap menanti

Bayangan dirimu
Selalu dalam mimpi
Dipelukmu
Harapan dalam hati

Aku tak ingin tubuhmu
Tapi kuingin cintamu
Rasa ini telah lama ku miliki
Cinta ini kan ku simpan dalam hati

Karya: Masdalena

Rasa Tak Berarti

Sesungguhnya hatiku merintih
bergumul kesusahan menanti kasih
dari sahabat pun kekasih
mata hatiku menangis perih
karena hidupku yang sedih
dengan jiwa yang selalu tertindih
beban yang selalu datang tiada henti

adakah seorang di sana mengerti
bahwa semua kuberi
meski kucoba berlari
meninggalkan hari-hari
seolah tiada diberi arti
ku hanya ingin dimengerti

Karya: Ramses

Kuburan Cintaku

Semuanya berakhir perlahan

meninggalkan aku
yang tidak berdaya
mungkin
inilah takdir cintaku
Aku bertanya dalam hati
akankah aku berdiri sendiri
di tengah laut yang tak bertepi itu?
Jika itu memang takdirku
biarkanlah aku menenang ombak besar
dengan sekeping hati yang kau tinggalkan
Biarkanlah aku
menghadang badai itu dengan kehancuran hidupku
lepaskanlah aku
dilamun ombak
yang menenggelamkanku ke dasar laut
dan mengubur kisah cintaku
ke dasar samudera

Karya: Yusparizal


Ayah - Sebuah Puisi

Kau merantau di ujung bendul
menarik urat leher
mengusir asap meninggalkan api
kerena kau tahu
rezeki elang tak akan dapat musang

ayah
walaupun kau berendam sesayak air
berpaut sejengkal tali
kau masih berhati baja berurat kawat
dan menadahkan tangan ke langit
agar selangkah berpantang surut,
setapak berpantang mundur

ayah
kau kandil sukmaku
di dalam hidupku

Karya: Zulkarnain,

Ruang Rindu

Aku temui rumah berpintu rindu
Aku membuka tersibak
melihat wajah penuh cahaya
ini ruang rindu
tempat kau dan aku berkaca
tapi kau pergi tanpa kata
wajahmu masih menyimpan cahaya
bersinar di atas untaian seribu bayangan
aku tahu kau tak kembali
ini ruang rindu kau dan aku
untuk menghadap pada-Nya nanti!

Karya: Edi Sarjani


Sumber : http://xpresiriau.com/

Tak Kulebur

Tak kumaki halimun senja

dalam kabutmu
Senja menguning
membenamkan dendam
Tak kukutuk debu
membatu dalam karatmu
Batu-batu mengapungkan
malam yang ringkih
Tak kuhunjam hitam nafasku
dalam darahmu
Nafas menggamang yang semput
Tak kuribut sunyiku terbengkalai
dalam dunia gemamu
Bengkalai kata meremukkan serapah
Tak kuhancur. Tak kulebur.
Tak habis jemari kutekan.
Hingga angin terjungkal
tak kugenggam

Karya: Bambang Kariyawan

Andai Aku Cantik

Satu demi satu kupandangi cermin

Perlahan kubuka mata
Di antara cahaya
Andai….
Paras biasa namun mempesona
Gurat suram namun bercahaya
Bias risau namun memukau
Geliat kisut namun berkharisma
Tautan lara berganti suka cita
Khayal inilah khayalanku
Ingin inilah keinginanku
Harap inilah harapanku
Pinta inilah pintaku
Mengubah rupa suram dengan tentram
Mengganti hati luka menjadi bahagia
Menyalin kalbu rusak dengan keikhlasan
Memindahkan impian kacau dengan iman
Menyerukan raga dengan kharisma

Karya: Suzhi Soemardiah

Kesombongan

Kau seperti pagi
yang tak hiraukan petang
Aku adalah malam
yang bangga akan kelam
Dia bagaikan waktu
yang berlalu sia-sia
Kau dan Aku sebenarnya
hanyalah katak dalam tempurung,
setetes air di lautan luas.
Begitu juga dia.
Kau, aku, dan dia….
Mereka hanyalah seonggok
tanah bernyawa
yang akan menjumpai kematian
dengan nista,
lebur menjadi tulang belulang
tanpa sisa,
dan akan kekal di neraka.
Janji-Nya.

Karya: Khairul Anwar

Ikrar Sebuah Janji

Telah kuberi jiwaku

Pada pertiga malam
Sebongkah asa
yang tak pernah diam
manakala airmata
menjadi penyatu antara isak
yang menyulam rindu

Gigil tubuh
Merapat kian dekat
Memberi ratap
Dalam pinta yang menggugat
Adalah aku mendapat tempat
Maka kutangkup puisi
Hati menyelam di kali diri
Dia yang menyandang puji
Aku ikrarkan sebuah janji

Karya: Cikie Wahab

Doa

Tuhan,
Dengarlah kidungku
Dalam gulir-gulir zikir
Terangkai dalam tasbih
Kugelimang puja
Sambil merapal doa-doa

Tuhan,
Pandanglah aku
Telah mengeras tulangku
Menyumbat liang dosa
Dalam megap nafasku
Dan telapak tangan
Yang meracik darah
Aku tidak berhenti
Tak ingin pulang
Ke sana lagi

Karya: Zurnila Emhar .Ch

Tahadjud

Malam larut terpaku hening
Suara jangkrik bersahutan nyaring
Mata lelap di tubuh lelah tak bergeming
Membawa mimpi ke alam asing

Hentakan embun berurai dingin
Dipeluk beku sepoian angin
Menarik tangan tuk berselimut kain
Berpindah ke alam mimpi yang lain

Tidaklah bagi pemilik hati nan bening
Jauhkan diri dari jiwa yg kering
Bagai selalu dibasahi embun bening
Bangun bangkit dari baring

Tundukkan malam berbuat ihsan
Tebarkan sajadah nyalakan dian iman
Terlena sujud di belaian Tuhan
Mohon ridho dan ampunan
Bersihkan diri dari dosa dan kesalahan
Menjadikan malam penuh keberkahan
Takkan tahajud pernah ditinggalkan
Walau mimpi menggodakan
Kobarkan semangat penuh ketaqwaan

Karya: Nova Violita

Kitab Alquran

Alquran engkau tempat petunjuk

Sebagaimana engkau telah disempurnakan
Saat aku membacanya hatiku terasa terang
Saat tidak membacanya hatiku gelisah

Alquran..
Engkau kitabullah
Saat hatiku membacanya hatiku terasa segar dan bugar
Saat aku menghafalnya pikiranku tenang

Alquran
Engkau adalah tempat mencari ilmu
Kalau tidak ada engkau
Seperti apakah manusia ini

Alquran
Begitu indahnya engkau
Kalau engkau dibaca
Pahala yang kudapati

Karya: Afridol


SURAT DI MEJA DEMOKRASI

dengan segala hormat,

tuantuan berlencana
berkencana mewah dari bavarian
yang selalu menimang ribuan rencana

saya tardjo,
pedagang soto di balik tembok pemisah
di belakang, berdiri rumahrumah mewah
di depan gerobak soto yang hampir terbelah
berdiri juga banyak rumah
ukurannya bervariasi kalau tak salah
kirakira tipe 21 kurangnya lebih dari setengah.

maksud kedatangan surat ini
bukan untuk menghakimi
apalagi memprovokasi!
saya hanya mewakili,
segenap aspirasi
yang berkasnya tak sampai di meja demokrasi

atas perhatiannya, saya ucap terima kasih.
Tangerang, 2008

by:Roy Manu Leveran


Sumber : http://vanindita.name/

Doa dan Harapan

Lirihku semoga jadi doa
Tangisanku semoga jadi sesal
Nafasku semoga jadi tasbih
Tatapanku semoga jadi rahmat
Perkenankanlah Ya Rabb…

Harapanku semoga jadi kenyataan
Resahku semoga jadi jawaban
Deritaku semoga jadi kesabaran
Pelitaku semoga jadi impian
Kabulkanlah Ya Rabb…

Doa di dalam sujud dan ruku
T’lah menghadirkan cahaya
Melaksanakan kepingan sisa harapan
Tuk meraih ampunanMu … Ya Rabb

by:Azwar

PENYAIR

Dia adalah rantai penghubung
Antara dunia ini dan dunia akan datang
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,
Dia adalah sebatang pohon tertanam
Di lembah sungai keindahan
Memikul bebuah ranum
Bagi hati lapar yang mencari.

Dia adalah seekor burung ‘nightingale’
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan
Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya

Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah
Naik dan mengembang memenuhi angkasa.
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan. Membuka kelopak
mereka bagi menerima cahaya.

Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.
Tak terliput gelap malam
Tak tergoyah oleh angin kencang
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.

Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,
hidup serba sederhana dan berhati suci
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham
Dan berjaga di keheningan malam,
Menantikan turunnya ruh

Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya di ladang kasih sayang
dan kemanusiaan menyuburkannya

Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia
pada zamannya,

Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan

Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada IlahiInilah penyair yang tak meminta apa-apa
dari manusia kecuali seulas senyuman

Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi
cakerawala dengan kata-kata indah

Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya
Sampai bila manusia terus terlena?
Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang
meraih kehebatan dgn mengambil kesempatan??
Sampai bila manusia mengabaikan mereka yang boleh memperlihatkan
keindahan pada jiwa-jiwa mereka
Simbol cinta dan kedamaian?
Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa org yang sudah tiada?
dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan
yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala
bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa
Dan oh para penyair,

Kalian adalah kehidupan dalam kehidupan ini:
Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.

Penyair..
Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia
Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.
Penyair..periksalah mahkota berdurimu..kau akan menemui kelembutan di
sebalik jambangan bunga-bunga Laurel…

(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Kahlil Gibran


Sumber : http://vanindita.name/

SYUKUR

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran terpahat di bibir senyuman

Kahlil Gibran


Suber : http://vanindita.name/

PERKAHWINAN

SEKARANG, CINTA mulai menciptakan puisi dalam prosa kehidupan, untuk

mencipta fikiran-fikiran masa lalu menjadi nyanyian pujian agar bersenandung siang hari dan menyanyi pada malam hari.

Sekarang, hasrat menyingkapkan tabir keraguan dari kebingungan pada
tahun-tahun yang telah berlalu.

Dari rangkaian kesenangan, ia merajut kebahagiaan yang hanya bisa dilampaui dengan kebahagiaan jiwa ketika ia memeluk tuannya.

Itulah dua peribadi kukuh yang berdiri berdampingan untuk
mempertentangkan cinta mereka dengan kedengkian dari takdir yang lemah.

Itulah perpaduan anggur kuning dengan anggur warna lembayung untuk
menghasilkan paduan keemasan, warna cakerawala saat fajar merekah.

Itulah pertentangan dua roh untuk pertentangan dan kesatuan dua jiwa
dengan kesatuan. Ia adalah curahan hujan jernih dari langit murni ke dalam
kesucian alam, membangkitkan kekuatan-kekuatan ladang yang penuh berkat.

Apabila pandangan pertama dari wajah sang kekasih adalah seperti benih
yang ditaburkan oleh cinta di ladang hati manusia dan ciuman pertama dari

dua bibir adalah seperti bunga pertama cabang kehidupan, maka perkahwinan adalah buah pertama dari bunga pertama benih itu.

(Dari Suara Sang Guru)

Khalil Gibran


sumber : http://vanindita.name/

PANDANGAN PERTAMA

Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesedarannya.
Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.
Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.

Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-hari yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesedaran yang dilakukan malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.

Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang tinggi.

Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan
memeliharanya, dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.

Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan
air mengalir menuju syurga dan bumi. Pandangan pertama dari sahabat
kehidupan menggemakan kata-kata Tuhan, “Jadilah, maka terjadilah ia”

Khalil Gibran


sumber : http://vanindita.name/

Gemuruh Desah Bibir Pantai

pucuk rembulan di puncak malam
jadi saksi bisu gelisah ombak,
di tengah luap dan teriak alpa
rimbun pening pikat
tak terhembus angin rindu ujung pantai
semakin pengap isi otak bercecer sembarang
bersama pasir putih yang terenyuh

gigi pantai dirajam tawa
gelombang air terpasung dosa

pertarungan lidah bersimbah lelah
terengahengah desah penuh gairah
kecup gunung berbongkah mengusap lembut ke bawah
: menarinari, meliukliuk di sisi lembah

di pinggir pantai, basah
baris riak merantai, jengah
saksikan sunah berubah zinah

by:Roy Manu Leveran


sumber : http://vanindita.name/

Selasa, 01 September 2009

Runtuhnya Sebuah Kesombongan

Kriiing… Bel tanda masuk sekolah berbunyi nyaring. Hari Senin adalah hari upacara bendera. Murid-murid SMA Taruna Bangsa berduyun-duyun menuju ke lapangan untuk kemudian berbaris dan siap mengikuti kegiatan yang dilakukan secara nasional setiap hari Senin di setiap sekolah.

Seorang anak laki-laki lari tergopoh-gopoh menuju kelasnya untuk meletakkan tasnya. Dia sedikit terlambat dari biasanya.

Braaakkk… Tak sengaja dia menabrak sesorang.
“Hei… Motomu picek yo!”
“Maaf Di.. Maaf… Aku ga sengaja…”
Andi mencengkeram kerah baju Bowo sambil melotot.
“Sudahlah Di… Jangan di sini… Lepaskan dia…” seorang teman Andi mencoba melepaskan cengkeraman Andi.
“Huh… Dasar anak kampung!” maki Andi sambil mendorong Bowo.

Bowo tak memerdulikan Andi. Dia bergegas ke kelasnya, meletakkan tas dan lekas bergabung dengan teman-temannya yang lain sebelum upacara dimulai.

---

Andi adalah seorang murid yang tampan, tinggi besar, jago bermain basket, dan pemegang sabuk hitam Dan 1 pada sebuah perguruan karate di Surabaya. Dalam satu pertandingan antar SMA se-Jawa Timur, dia berhasil memboyong medali emas untuk kumite (pertarungan) bebas. Ayahnya adalah seorang pebisnis yang sukses dan kaya raya di Surabaya. Sayang sekali, segala kelebihan yang dipunyai Andi ditutupi oleh sikapnya yang sombong dan congkak, memandang rendah teman-temannya yang lain. Dia menganggap bahwa semua teman-temannya bisa dia beli dengan uangnya, atau dengan mengintimidasinya. Apa yang menjadi kehendaknya harus segera terlaksana. Dan Andi selalu berhasil memperolehnya. Dengan sikapnya yang demikian, Andi menjadi seorang yang ditakuti di kalangan murid-murid SMA Taruna Bangsa.

“Hei Ra… belum pulang?”
“Belum, lagi nunggu dijemput kakakku.”
“Aku anter pulang ya? Sekalian mampir dulu makan es di Zangrandi, mau?”
“Ga usahlah Di. Nanti kakakku nyariin aku.”
“Alaaah Ra… telepon aja kakakmu, bilang kamu mau dianter pulang sama aku, khan beres!” Andi mulai memaksa Lora, gadis cantik teman sekelasnya.
Lora mulai tampak tak senang dan gelisah, “Aku mau pulang sama kakakku aja Di!”
Andi menarik tangan Lora, “Yuuk… udahlah, biar aku yang telepon kakakmu kalo gitu.”
“Lepaskan Di! Aku ga mau!!!” Lora mulai panik.

Jam sudah hampir menunjukkan pukul tiga. Sekolah sudah relatif sepi.

“Ayolaaah…” paksa Andi agak sedikit menyeret Lora.
Tiga orang teman Andi hanya tertawa melihatnya. Biasa, cecunguk dan begundal memang ada di mana-mana.
“Sudahlah Ra… Ikuti aja apa kata Andi. Diajak makan es kok ga mau,” bujuk Arman.
“Iya Ra, Andi suka sama kamu tuh. Dijamin kamu pasti hidup enak deh!” kata Dendi.

“Ga mau! Lepaskan! Atau aku teriak nih!”
“Hahaha… Ayo, teriak aja yang keras… Paling juga angin yang denger!”
Lora mulai menangis…

Tiba-tiba…
“Di, lepaskan Lora!” tegur Bowo. Andi terkejut.
“Hei bocah kampung, jangan ikut campur urusan gue!”
“Jangan gitu Di. Lora kan teman kita juga. Jangan paksa dia. Kasihan dia,” bujuk Bowo.
Andi melepaskan Lora, menuju ke arah Bowo. Ketiga temannya mengikuti di belakangnya. Bowo diam saja.
“Lu mau sok jago ya? Belum pernah KO?” ancam Andi.
Bowo menatap mata Andi lekat-lekat. Andi merasa tertantang.
“Ikut gua lu!” Andi mencengkeram baju Bowo sambil menyeretnya pergi.
“Di, jangan Di! Bowo mau kamu apakan?” teriak Lora.
Andi tak menghiraukan. Dia tetap menyeret Bowo, menuju ke WC putra. Bowo sepertinya pasrah saja diseret menuju “ruang pengadilan”, begitu murid-murid SMA Taruna Bangsa menyebutnya.

Dibandingkan Andi, Bowo bertubuh biasa saja. Berkulit sawo matang dan bila disejajarkan, dia hanyalah setinggi telinga bawah Andi. Bowo termasuk murid yang pendiam. Di kelas, dia termasuk murid yang pandai, selalu masuk ranking 5 besar.

“Di, kalo kamu mau mukuli aku, jangan di WC. Di kebun belakang sekolah aja,” pinta Bowo sambil memelas.
“Aes… ga usah banyak omong!”
“Apa bedanya Di, toh aku bakalan bengep juga. Lagi pula, kalo aku pingsan di kebun belakang sekolah, ga ada yang bakal nemuin aku sampai aku sadar.”
Betul juga kata Bowo, pikir Andi yang sudah mata gelap.
“Betul juga kata bocah kampung ini Di,” Dendi memanas-manasi.
“Bawa ke kebun belakang sekolah aja Di,” saran Toni.
“Iya Di, kita hajar di sana saja!” Arman tak mau kalah mengompori.
Akhirnya Andi menyeret Bowo ke arah kebun belakang sekolah SMA Taruna Bangsa.

Bowo tersungkur di tanah begitu Andi mendorongnya hingga jatuh.
“Lu belum pernah ngerasain gimana rasanya dihajar sama karateka ya?” Andi sesumbar.
“Huh… Di… Di… Sikapmu itu malah membuat malu karateka yang lainnya. Membuat malu gurumu, dan bahkan menodai karate itu sendiri. Tau tidak?” kata Bowo sambil berdiri.
“Kamu sudah melanggar 2 dari 5 sumpah karate!” lanjut Bowo.
“Kunyuk! Tau apa lu soal sumpah karate segala?!”
“Hehehe… Yang jelas, kamu melanggar sumpah sanggup menjaga sopan santun, dan sanggup menguasai diri. Bener ga kataku?” Bowo mencoba tersenyum.
“Kurang ajar! Makan ini!”
Buuuukkk… Sebuah pukulan telak mendarat di pipi Bowo, menyerempet bibirnya hingga berdarah.
“Satu…” desis Bowo.
“Apaaaa???” Andi berteriak kalap, merasa diremehkan.
Buuuukkk… Sebuah tendangan mae geri (tendangan lurus) bersarang telak di perut Bowo. Bowo memegangi perutnya sambil mendesis, “Duaaa…”
Buuuukkk… Tendangan sabit mawashi geri menemui sasarannya menghajar rusuk Bowo. Bowo meringis menahan nyeri. Andi makin kalap. Ketiga temannya ganda tertawa dan menyoraki.
“Tigaaa… Cukup Di… Cukup! Apa kamu mau ngeliat aku mati?” sergah Bowo.
“D*an**k koen bocah kampung! Mau coba mempermainkan gue ya?!”
Dengan posisi kamae, Andi bersiap kembali melancarkan serangan.
Bowo menyeka darah di bibirnya.
Hyaaaaatttt… Andi berteriak sambil melancarkan pukulan lurus chudan tsuki ke arah ulu hati Bowo, dan bila Bowo masih tetap berdiri, Andi telah menyiapkan terusannya, pukulan san bon tsuki (pukulan 3 kali beruntun). Serangan yang telengas!

Aaaggghhh…!!! Andi berteriak kesakitan! Dia menyeka hidungnya. Berdarah! Hidungnya terasa nyeri sekali. Andi tak habis pikir. Mengapa tiba-tiba dia merasakan nyeri di pergelangan tangannya juga, dan entah bagaimana ceritanya hidungnya bisa pecah berdarah. Arman, Dendi dan Toni juga terkejut. Mereka berempat tidak menyangka, dan tidak pernah mengira. Bowo menghajar Andi si Juara Karate? Rasanya mustahil!

Apa yang sebenarnya terjadi?
Beberapa centimeter sebelum pukulan Andi mengenai sasaran, Bowo dengan cepat bergerak dengan teknik “Tebang Sikap Pendeta Terusan Satria”. Dua gerak yang dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan, mungkin kurang dari satu detik! Punggung tangan kiri Bowo telak menyambar hidung mancung Andi.

“Maaf Di… Kita sudahi saja urusan ini!”
“Enak aja! Ternyata diam-diam lu bisa berkelahi juga ya!”
“Sudahlah Di… Aku ga mau menyakiti kamu!”
“Huh! Gue mau tau sampe di mana kebisaan lu!”
Andi mengempos semangatnya. Ketiga temannya bersiap mengeroyok. Bowo masih berdiri waspada.

Secara teori, kalau dikeroyok, hajar dulu pemimpinnya sampai menyerah, maka yang lainnya akan berpikir seribu kali untuk meneruskan keroyokan. Tetapi Bowo berpikir lain. Mengingat bahwa Andi adalah juara karate se-Jawa Timur, mungkin agak sulit untuk melumpuhkan dia, sementara 3 orang lainnya akan merepotkan dia kalau memang harus menghadapi keroyokan mereka.

Dengan berteriak nyaring, Andi melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah Bowo. Bowo bergerak gesit dan dapat menghindari serta memapas semua serangan Andi. Hingga satu kesempatan, Bowo menggesut ke kiri dan menghajar tempurung lutut Andi dengan teknik Tolak Luar Garuda saat Andi melancarkan tendangan. Belum sempat Andi selesai mengaduh, dia telah terjerembab karena didorong oleh Bowo. Sebenarnya, bila Bowo mau, teknik Cawuk Harimau yang dilancarkan setelah menghajar tempurung lutut, dapat segera menyelesaikan Andi. Tetapi Bowo masih memberi kesempatan, dan mengubah serangan cawukan ke arah telinga menjadi sekedar dorongan saja.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Bowo bergerak bagaikan burung walet. Menyambar Arman, menghajar Toni dan mengakhiri pengeroyokan dengan melumpuhkan Dendi. Nyali ketiganya bagaikan terbang, dan mereka memilih untuk tidak melanjutkan perkelahian. Pilihan yang tepat! Tetapi tidak dengan Andi.

Andi bangun dengan mata yang menyala-nyala. Amarahnya memuncak ke kepala, menutupi akal sehatnya. Dia merasa dipermalukan! Bagaimana tidak? Dia yang terkenal sebagai Juara Karate se-Jawa Timur, bisa dengan mudah dihajar oleh anak kemarin sore yang terlihat lemah dan lebih kecil dari dia?

Ssssshhhh… Ssssshhhh… Haaaaaahhh… Andi mengeluarkan napas mendesis dari mulut. Tangan dan kakinya bergerak lambat penuh tenaga. Otot-ototnya menggembung.
Sanchin! Pikir Bowo.
Ya, Andi sedang mengempos tenaga dengan Sanchin kata (jurus). Sanchin bila dilatih dengan baik, dapat membuat tubuh menjadi kebal terhadap pukulan dan tendangan. Sebaliknya, biar pun terlihat lambat, pukulan dan tendangan yang dilambari dengan tenaga dari jurus Sanchin, akan sangat bertenaga dan sangat berbahaya. Bila terkena, tidak mustahil akan membawa lawan ke pintu gerbang kematian.

Sanchin kata dapat digolongkan dalam pelatihan tenaga dalam keras atau tenaga dalam kasar (yang kang atau weikung), atau semacam pernapasan gwakang pada silat yang dipelajari Bowo. Dan Bowo tahu, rahasia kelemahan teknik semacam itu. Dia menunggu saat yang tepat.

Huuuhhh… Buuukkk… Saat Andi menarik napas, Bowo menyertainya dengan teknik Tebak Harimau yang dilancarkan tanpa tenaga, menyerang ke arah satu jari di bawah kedua puting Andi. Begitu menyentuh badan Andi, serangan Bowo menjadi deras berisi tenaga. Inilah salah satu aplikasi dari teknik “kosong-isi”. Akibatnya luar biasa! Benteng dari tenaga Sanchin dapat tertembus dan jebol. Kuda-kudanya yang kokoh kuat tergempur! Tersentak, Andi terlempar ke belakang bagaikan layang-layang putus tali. Namun dengan teknik yang bagus, Andi dapat menggulung dan kemudian berdiri lagi. Tetapi Bowo tidak memberinya kesempatan untuk menyiapkan diri. Susulan serangan slosor ke arah kemaluan Andi bersarang telak hingga membuat Andi terangkat dan jatuh nyaris tak sadarkan diri. Andi mengerang… Melihat Andi roboh, Bowo menyimpan serangan susulan Tusuk Kuntul yang akan dilancarkan ke arah jakun.

Bowo menghampiri Andi. Dia memeriksa keadaan lawannya yang masih mengerang kesakitan. Kedua mata Andi terbalik, hanya terlihat putihnya saja. Wah, testisnya naik! Celaka! Pikir Bowo. Dengan cepat Bowo mendudukkan Andi, lalu dengan perlahan, Bowo menendang-nendang daerah dekat tulang ekor Andi dengan telapak kakinya. Setelah yakin bahwa keadaan Andi telah kembali normal, Bowo mengurut dan mengusap beberapa titik di punggung Andi. Bowo melihat bahwa mata Andi sudah normal kembali dan mukanya sudah berwarna dan tidak lagi pucat seperti kertas.

“Kalau kalian masih petentang petenteng lagi, maka aku tak akan segan-segan menghajar kalian di depan teman-teman! Kalau kalian masih penasaran, aku murid Mas Herman ga bakalan lari biar sepuluh orang macam kalian cari penyakit! Ingat itu!” ancam Bowo serius.

Andi, Arman, Dendi dan Toni terkejut. Sangat terkejut, mendengar pengakuan Bowo bahwa dia adalah seorang murid Mas Herman. Ya, Mas Herman, guru silat yang mengajar ekstra kurikuler silat di SMA Taruna Bangsa, dan beliau adalah murid dari sebuah perguruan silat besar yang pusatnya berkedudukan di Surabaya. Mereka tidak pernah tahu dan tidak pernah melihat Bowo ikutan latihan silat di sekolah. Pastinya latihan privat.

Bowo berjalan meninggalkan mereka berempat, kembali menuju kelasnya untuk mengambil tasnya. Hanya saja, sekarang dia berpikir keras, bagaimana dia harus menjelaskan kepada Ibundanya mengenai seragam sekolahnya yang kotor dan koyak.

SELESAI?

W. S. Rendra

Masa kecil

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya.

Pendidikan

  • TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
  • SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
  • Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
  • mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).

Rendra sebagai sastrawan

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.

Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.

"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.

Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Bengkel Teater

Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.

Penelitian tentang karya Rendra

Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.

Penghargaan

  • Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
  • Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
  • Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
  • Hadiah Akademi Jakarta (1975)
  • Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
  • Penghargaan Adam Malik (1989)
  • The S.E.A. Write Award (1996)
  • Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Kontroversi pernikahan, masuk Islam dan julukan Burung Merak

Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.

Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi. Setelah menjadi muslim namanya menjadi Wahyu Sulaeman Rendra.

Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.

Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati

Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.

Beberapa karya

Drama

  • Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
  • Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
  • SEKDA (1977)
  • Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
  • Mastodon dan Burung Kondor (1972)
  • Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
  • Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
  • Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
  • Lisistrata (terjemahan)
  • Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
  • Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
  • Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
  • Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de Troie n'aura pas lieu")
  • Panembahan Reso (1986)
  • Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)

Sajak/Puisi

  • Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
  • Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
  • Blues untuk Bonnie
  • Empat Kumpulan Sajak
  • Jangan Takut Ibu
  • Mencari Bapak
  • Nyanyian Angsa
  • Pamphleten van een Dichter
  • Perjuangan Suku Naga
  • Pesan Pencopet kepada Pacarnya
  • Potret Pembangunan Dalam Puisi
  • Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
  • Rick dari Corona
  • Rumpun Alang-alang
  • Sajak Potret Keluarga
  • Sajak Rajawali
  • Sajak Seonggok Jagung
  • Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
  • State of Emergency
  • Surat Cinta1

Hamka

HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Ia lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Ia menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Ia menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.

Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

Daftar Karya Buya Hamka

  1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
  2. Si Sabariah. (1928)
  3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
  4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
  5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
  6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).
  7. Hikmat Isra' dan Mikraj.
  8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
  9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
  10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.
  11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
  12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
  13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
  14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
  15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
  16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
  17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
  18. Tuan Direktur 1939.
  19. Dijemput mamaknya,1939.
  20. Keadilan Ilahy 1939.
  21. Tashawwuf Modern 1939.
  22. Falsafah Hidup 1939.
  23. Lembaga Hidup 1940.
  24. Lembaga Budi 1940.
  25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepang 1943).
  26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
  27. Negara Islam (1946).
  28. Islam dan Demokrasi,1946.
  29. Revolusi Pikiran,1946.
  30. Revolusi Agama,1946.
  31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
  32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
  33. Didalam Lembah cita-cita,1946.
  34. Sesudah naskah Renville,1947.
  35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
  36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
  37. Ayahku,1950 di Jakarta.
  38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
  39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
  40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
  41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
  42. Kenangan-kenangan hidup 2.
  43. Kenangan-kenangan hidup 3.
  44. Kenangan-kenangan hidup 4.
  45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.
  46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
  47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
  48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
  49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.
  50. Pribadi,1950.
  51. Agama dan perempuan,1939.
  52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.
  53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).
  54. Pelajaran Agama Islam,1956.
  55. Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.
  56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.
  57. Empat bulan di Amerika Jilid 2.
  58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.
  59. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.
  60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.
  61. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
  62. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.
  63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.
  64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.
  65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.
  66. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.
  67. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).
  68. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).
  69. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.
  70. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.
  71. Himpunan Khutbah-khutbah.
  72. Urat Tunggang Pancasila.
  73. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.
  74. Sejarah Islam di Sumatera.
  75. Bohong di Dunia.
  76. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).
  77. Pandangan Hidup Muslim,1960.
  78. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.
  79. [Tafsir Al-Azhar][1] Juzu' 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Sukarno.