Rabu, 08 April 2009

Penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia

Pada awalnya, Bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda. Selepas tahun 1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicadangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, iaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia semakin distandardkan.

Perubahan:

Sebelum 1972 Sejak 1972
Indonesia Malaysia
tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sy
j y y
oe* u u
Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".

Sumber: http://wikipedia.org/

Urgensi Bahasa Indonesia Baku

Mengapa harus menggunakan bahasa Indonesia baku ? Demikian salah satu pertanyaan siswa saya saat mengajar beberapa waktu yang lalu. Hal ini mungkin didasari oleh pemikiran bahwa menggunakan bahasa Indonesia baku membuat 'ribet'. Banyak dari kita yang tidak 'PD" apakah telah menggunakan bahasa Indonesia baku ataukah belum.
Pengertian bahasa baku adalah bahasa yang dijadikan standar, patokan, atau tolok ukur sebagai bahasa yang baik dan benar. Kebakuannya mengacu pada kaidah fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis. Acuan kaidahnya telah dirumuskan dan ditetapkan Pusat Bahasa meliputi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Tatabahasa Indonesia Baku.
Bahasa Indonesia baku digunakan hanya dalam konteks resmi, yaitu : (a) situasi resmi, misalnya rapat, pidato, kuliah/mengajar, dan sejenisnya; (b) wacana teknik, misalnya laporan penelitian, skripsi, tesis, proposal, dan sejenisnya; (c) berbicara dengan orang yang dihormati, dan (d) berbicara dengan orang yang baru dikenal.

Urgensi
Urgensi bahasa Indonesia baku tidak dapat dilepaskan dari kenyataan bahwa wilayah penggunaan bahasa Indonesia yang sangat luas. Hal ini diperparah oleh realitas geografisnya yang terpisah-pisah oleh pulau-pulau. Padahal pemisahan oleh kondisi geografis membuka peluang semakin besarnya pada perbedaan budaya dan bahasanya. Kabarnya, di wilayah Indonesia bagian Timur, hanya dipisahkan oleh sungai atau bukit saja bahasa daerah mereka menjadi berbeda. Apalagi dipisahkan oleh laut.
Meskipun menggunakan bahasa Indonesia, pengaruh kedaerahannya masih tampak. Dalam berbahasa Indonesia mereka masih menggunakan intonasi, kosakata, bentuk kata, dan tatakalimat bahasa daerahnya. Hal ini memang dianggap tidak baku.
Gambaran mudahnya, kita bayangkan para anggota MPR atau DPR kita pada saat rapat. Misalnya, mereka menggunakan bahasa Indonesia, namun masih dipengaruhi dialek masing-masing. Betapa runyamnya. Wakil rakyat kita akan tidak saling memahami sebagian dari pembicaraan mereka. Apalagi bila disiarkan secara langsung melalui televisi. Kita sebagai pemirsanya juga tidak memahaminya.
Karena itulah diperlukan bahasa yang bisa dipahami oleh semua penutur bahasa Indonesia. Bahasa tersebut adalah bahasa yang dijadikan patokan / standar bersama. Itulah bahasa Indonesia baku.

Bahasa Tidak Baku
Di masyarakat memang ada bahasa yang tidak standar atau tidak baku. Bahasa-bahasa ini dipengaruhi oleh dialek setempat atau bahasa asing, idiolek, atau bahasa gaul. Bahasa ini tetap harus eksis dan tidak perlu dihilangkan. Dalam situasi tidak resmi (santai) kita masih perlu menggunakan bahasa ini. Justru akan sangat kaku bila kita menggunakan bahasa baku. Dalam hal ini keberadaan bahasa Indonesia baku tidak serta-merta harus menghapuskan bahasa tidak baku.


Sumber : http://wacana-bahasa.blogspot.com/
Oleh Sartono

Bahasa Indonesia Di Kalangan Para Remaja Kita

Bahasa Indonesia saat ini penggunaanya terasa memprihatinkan jika di lihat dari sudut pandang para ramaja di Indonesia sendiri. Banyak remaja-remaja yang menggunakan bahasa Indonesia dengan semaunya sendiri, misalnya mencampur adukan bahasa Indonesi dengan bahasa asing atau bahasa daerah. Sebernarnya kosakata dalam bahasa Indonesia sendiri menurut saya tidak begitu sulit di pahami, lantas atas dasar apa mereka memasukan bahasa-bahasa asing tersebut dalam percakapan sehari hari.

mungkin ini bisa disebabkan oleh faktor kebiasaan dari pribadi itu sendiri dalam berbicara di linggkungannya, sehingga hal ini terasa tidak begitu dipermasalahkan. Sekarang ini banyak budaya daerah di negara Iindonesia yang telah di tinggalkan dan menjadi budaya di suatu negara lain. Apakah bahasa indonesia akan bernasib sama seperti budaya-budaya seni tersebut?. Tentunya tidak, saya percaya bahasa indonesia akan terus ada.

Lalu bagaimanakah nasib anak cucu kita nanti jika para pemuda yang kelak akan menjadi pemimpin kurang memperdulikan pentingnya bahasa idonesia?. Maka dari itu kita harus menanamkan kebiasaan berbahasa indonesia yang baik dan benar sesuai dengan etika yang berlaku, dan itu harus ditanamkan sejak dini supaya kelak bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa yang satu pada generasi kita berikutnya, bukan bahasa yang bercampur aduk dengan bahasa asing.

Senin, 06 April 2009

Abu Nawas Bunuh Diri

Ketika masih muda, Abu Nawas pernah bekerja di sebuah perusahaan jasa jahit pakaian. Suatu hari majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu itu diminum Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, “Abu, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!!!”

Sang majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan menghabiskan madu itu dengan rotinya.

Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanyalah dia pada Abu Nawas, “Abu!!! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?”.

Abu Nawas menjawab, “Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu…”.

· · · · · · · · · ·


Sumber: www.malau.net

Puisi Aku Oleh Chairil Anwar

Salah satu puisi yang banyak disukai oleh masyarakat indonesia (termasuk penyusun sendiri) adalah sajak dari Chairil Anwar, yang berjudul Aku.

Sungguh sebuah karya sederhana yang mampu menanamkan suatu pemikiran khusus bagi yang membaca atau menyimaknya dengan seksama.

Berikut isi dari sajak tersebut

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943
oleh Chairil Anwar

Sistematika Pidato Dalam Bahasa Indonesia

Ternyata format atau sistematika pidato berbahasa Indonesia dengan pidato berbahasa Inggris itu berbeda. Banyak sekal;i parapelajar yang ketika membuat teks pidato berbhasa Inggris diambil dari translit naskah berbahasa Indonesia secara utuh. Padahal kalaukita bandingkan kedua format/sistematikanya berbeda.
Jika dalam pidato berbahasa Indonesia menggunakan salam yang bersifat keagamaan sebagai contoh ”Assalamualaikum. Wr. Wb.” dan menyebutkan nama-nama orang yang lebih dihormati dengaqn pola mengerucut ke bawah.

Sistematika Pidato Berbahasa Indonesia:

1. Pembukaan
  • ”Assalamualaikum Wr. Wb” / ”Salam sejahtera untuk kita semua”
  • ”Puji syukur kepada Tuhan.......”
  • ”Yang terhormat Bapak Kepala......, Wakil Kepala,.......dan para hadirin yang saya hormati”
2. Isi
  • Keutuhan isi
  • Kedalaman isi
  • Keluasan isi
  • Dalil-dalial
3. Penutup


Perhatikan pula poin-poin sebagai berikut: Struktur bahasa dan keindahan bahasa dan sastra , penghayatan dan retorika yang mencakupvokal dan pendeskripsian tema, durasi waktu, serta jaga sikap dan masukkan humor segar agar audiens tertarik serta jaga pandanga dan penampilan.

Sekilas Tentang Sejarah Bahasa Indonesia

Pengarang : Balai Bahasa Bandung

Diterbitkan di: Maret 01, 2008

Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan Bahasa Melayu Kuna. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai Di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.

Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928). Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.