Minggu, 04 Oktober 2009

Dua Malaikat

“Hhh… bukankah ini terik sekali, Jo,” kata seorang anak kepada teman yang duduk di sampingnya. Ia berusaha mengatasi peluh yang terus bercucuran dari dahi dekilnya itu dengan diusap-usap ke kanan dan kiri bahu. Keringat hangat bercampur kotoran kulit membuat kain kaosnya yang lusuh jadi kian kumal. “Yoi, Man! Banget. Nggak kuat aku sampai. Aus banget nih tenggorokanku,” sahut Johar yang tidak kalah dekilnya dari Aman. Bedanya, ia masih lebih manis dan ganteng.Kalau mereka sekolah, Johar sekarang sudah duduk di kelas empat SD, sedangkan Aman lebih muda setahun darinya. Mereka berdua sama-sama dekil, kumal, dan keringatan. Kulit mereka yang tak pernah dilindungi dari ganasnya terik matahari tampak cokelat kehitam-hitaman. Hampir gosong. Tentu saja karena tak ada yang dapat mereka gunakan sebagai penutup badan kecuali kaos oblong tipis yang didapatkan satu tahun sekali itu. Kaosnya pun sekarang sudah usang. Pasti telah mereka gunakan untuk menyeka keringat mereka bertahun-tahun. Sungguh kaos yang sangat setia. Dan seperti kaos yang setia itu pula, mereka masih setia menjajakan apa saja di daerah ini, meskipun panas dan debu selalu menemani.“Ayo bangun, Man! Kita tidak boleh kalah dari matahari itu. Nanti kita tidak dapat minum kalo dagangan kita nggak laku-laku.” Johar bangkit dari duduknya tanpa merasa malas. Ditariknya tangan sahabatnya yang kecil itu untuk segera bangkit. Aman sedikit enggan. Namun ditepisnya jua perasaan itu demi seplastik es teh super dingin yang melayang-layang di kepalanya. “Hhmmm… pastilah segar menikmatinya di siang yang begitu panas seperti ini,” pikir Aman dalam hati. Lidahnya sedikit menjilat membuat Johar tersenyum geli melihatnya. “Ayo, Bung!” teriak Johar. Aman berdiri. Disabetnya seplastik besar kantong dagangannya. Kali ini mereka menjajakan tissue. Maka turunlah kaki-kaki mungil itu dari jembatan penyeberangan tempatnya beristirahat untuk kembali ke jalanan yang panas menjajakan tissue.“Pak, tissuenya, Pak?” tawar Johar dengan senyum ceria kepada seorang lelaki tua di warung pinggir jalan. Lelaki itu hanya mengangkat sebelah tangannya tanpa menoleh. “Terima kasih, Pak,” jawab Johar dengan sopan. Maka ia pun beralih ke lelaki yang satu dengan senyuman yang masih ceria. Lelaki itu lebih necis, semoga ia butuh tissue hari ini. Barangkali saja mau digunakan untuk melap sepatu kantornya. Namun ternyata lelaki itu pun sedang tidak memerlukan tissue. “Terima kasih, Om.” Masih dengan senyum yang manis Johar membalas gelengan lelaki itu. Tampaknya ia masih asyik mengunyah makanan. Mungkin ia tak sempat berpikir untuk membeli tissue saat ini. Nanti saja ia kembali kalau pria itu sudah selesai makan. Ia yakin tak ada penjual makanan di sini yang menyediakan tissue di warungnya. Layaknya bocah yang sedang gembira, ia pun keluar dan berjalan kembali dengan lincahnya mencari orang yang sedang kegerahan. Sayup-sayup terdengar suaranya menjajakan tissue kepada setiap orang yang dijumpai. Dan seperti yang tadi, mereka juga acuh. Johar hanya membungkuk sedikit sambil berucap terima kasih.Lebih beruntung dari Johar, kali ini Aman telah mendapatkan satu pembeli baru pertama untuk hari itu. Seorang wanita muda. Ia baru saja keluar dari kompleks perbelanjaan. Ia membeli tiga pak kecil sekaligus dari Aman. Anak itu girang dibuatnya. Namun ia bingung saat wanita itu menyerahkan uang sepuluh ribuan. “Maaf, uang ribuan saja, Mbak. Saya tidak punya kembaliannya,” tukas Aman polos. “Nggak usah, nggak papa. Buat Adek aja kembaliannya,” jawab wanita itu ramah. Namun Aman menolak.“Tapi kan ini uang Mbak. Kembaliannya banyak lho,” tukas Aman. Dahi wanita itu berkerut.“Sebentar!” kata Aman kemudian. Ia segera berlari menghampiri Johar yang tak jauh darinya. “Jo! Tuker uang, dong,” katanya sembari menyodorkan sepuluh ribuan itu ke Johar. “Nggak punya, Man! Ini aja belum ada yang laku.”Aman menatap kantong hitam dagangan Johar. Penuh. Ia berpikir sejenak. Lalu kembali berlari lagi ke arah wanita tadi yang masih berdiri menunggu.“Mbak, bentar ya saya tukerin ke warung dulu.” Aman berlaril kecil masuk ke dalam warung yang tadi dimasuki Johar. “Pak? Bisa tuker uang sepuluh ribuan sama receh?” tanyanya ke seorang bapak. Bapak itu melongok isi dompetnya. “Wah, cuma ini, Dek,” katanya mengeluarkan uang tiga ribu rupiah. “Nggak usah udah, Dek!” teriak wanita tadi yang berdiri tak jauh dari warung. Ia kemudian berpaling meninggalkan mereka. Aman bengong. Cepat-cepat disambarnya uang tiga ribu itu dan memberikan sepuluh ribuan ke tangan bapak. Lalu dikejarnya Mbak yang belum jauh berjalan. “Mbak, Mbak! Ini kembaliannya. Maaf ya, kurang. Saya ganti pake tissue aja, ya?” Aman mengeluarkan empat pak tissue dan menyerahkannya pada si Mbak yang masih terheran-heran. Aman kembali ke bapak yang uangnya tadi ia sambar. “Pak, saya boleh tuker uangnya dulu? Nanti uang tiga ribu Bapak saya kembalikan,” tawar Aman.Bapak itu menyerahkan sepuluh ribuan tadi kepada Aman. Namun tidak ia tunggu anak itu yang masih menukarkan uangnya ke tukang ojek. Ia segera bangkit meninggalkan warung setelah Aman pergi. Johar yang melihatnya berusaha menghampiri, tapi bapak itu keburu menyeberang.“Man, cepet, Man!” teriaknya pada Aman yang berlari-lari kecil dari kejauhan. “Wah, telat, Man! Bapaknya udah pergi. Aku nggak sempet nyusul ke seberang. Jalanan rame,” lapor Johar saat Aman tiba. “Yah, gimana dong, ini? Uangnya udah aku tukerin. Punya bapak itu diapakan?”“Hmm… Kita simpen aja, Man. Siapa tahu besok-besok kita ketemu lagi sama bapak itu. Kita tunggu deket warung sini,” usul Johar. Aman berpikir sejenak.“Mm… betul, betul. Kalau gitu sekarang kita beli es aja, Jo!”“Jangan lupa setorin separuhnya, Man.”Aman menghitung uangnya sebentar. “Sepuluh ribu, uang bapak tadi tiga ribu. Tujuh ribu disetorin setengahnya tinggal tiga setengah. Kita beli es teh tiga bungkus sisa lima ratus, Jo.”“Pinter juga kamu berhitung, Man!”Aman mendongak. Meringis. “Eh, adik-adik…! Ini mas bawain es buat kalian.” Aman memberikan dua bungkus es yang baru dibelinya kepada dua anak kecil yang menerimanya dengan wajah sumringah. “Wah… asiiik…! Makasih ya, Mas Aman, Mas Jo!” ujar kedua bocah itu berbarengan.Aman dan Johar tersenyum lalu keluar dari bilik kardus tempat kedua bocah itu berdiam. “Adikmu nggak ngamen?” tanya Johar seraya menyeruput es tehnya.“Tadi pagi. Semoga nanti aku bisa bawa pulang nasi bungkusan buat mereka,” jawab Aman tersenyum. Sama sekali tak terpikirkan olehnya apakah doanya akan terkabul atau tidak.“Sini esnya. Aku kan juga mau,” ujar Aman seraya menarik bungkus es yang masih diseruput Johar. Terpaksa diserahkannya es itu pada Aman meskipun ia masih haus. Giliran Aman minum es.

Karya: lana.azkia
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-motivasi/dua-malaikat.html

Tukang Becak Juga Guru

Sebenarnya...mungkin akan banyak orang yang menyangkal, bagaimana mungkin seorang tukang becak bisa menjadi guru?! Bahkan mungkin aku juga adalah salah satunya. Tetapi itu tidak berlaku lagi setelah suatu hari aku menyaksikan kehidupan seorang tukang becak dan keluarganya. Tentu sebagian orang berpikir kehidupan tukang becak ya hanya seperti itu. Hidup serba terbatas, berpikiran sederhana, yang penting hari ini bisa makan, miskin papa, terbelakang dan menutup diri dari segala informasi atau bahkan memang tak mau perduli dengan informasi itu sendiri. Sebenarnya itu hampir sebagian benar adanya. Tetapi kali ini tidak demikian. Karena yang aku pahami setelah mengetahuinya adalah seperti ini....
Sokiman, itulah nama kecil yang diberikan kepadanya ketika kecil. Dia terlahir di desa sangat terpinggirkan saat itu. Terlahir saat Belanda masih menduduki daerah Kesamben Blitar. Tepatnya desanya bernama Sumbernanas. Mungkin bila kita cari di peta akan sangat sulit untuk menemukannya, atau bahkan saat kita mencarinya secara langsungpun akan sangat sulit untuk mendapatinya. Karena desa itu sedemikian terpencilnya. Akses jalan masuk desa dibatasi langsung oleh bukit dan bulak atau bahasa Indonesianya lahan terbuka yang luas. Dia hidup bahkan tidak dipelihara langsung oleh orang tuanya, karena orang tua lelakinya ikut berjuang melawan penjajah sampai ke pulau seberang yaitu Sumatra dan tidak terdengar lagi kabar beritanya. Bude dan Pakde-nyalah yang memeliharanya hingga dewasa. Sekolahpun ditempuhnya dengan berjalan kaki 10 km setiap harinya yang berarti Sokiman kecil harus berjalan 20 km tiap hari demi ilmu yang diidamkannya.
Sepulang sekolah sejak kecil Sokiman tak pernah tinggal diam, ia ke sawah, ke kebun, memetik kelapa untuk dibuat gula jawa, menggiring sapi serta kambing. Begitulah semua dilakukan demi tetap menyenangkan Pakde dan Budenya. Sampai saat remaja, dia aktif dengan kegiatan kesenian. Dia menjadi panutan para seniman walaupun usianya masih tergolong muda, karena dia mempunyai ketrampilan bermain gendang dan itu tidak dimiliki oleh anak sebayanya. Diapun menjadi pendiri kesenian ketoprak sampai akhirnya dia berhenti karena dia harus berkelana ke Kota Malang untuk mengadu nasib. Dia Menjadi penjual minyak wangi. Singkatnya dia berkecukupan uang dengan keahliannya meracik minyak wangi yang saat itu baru beberapa gelintir orang saja yang bisa melakukannya. Sangat bertolak belakang dengan saat ini, karena kita bisa memilih parfum dari segala aroma tanpa harus datang ke pasar atau alun-alun kota.
Setelah lama di kota, iapun kembali ke desa. dibangunnya rumah orang tua kandungnya dan dicukupilah kebutuhan semua saudaranya. Dia tak perduli walau dia harus berkorban dan bekerja keras setiap hari, semua dilakukan dengan ikhlas. Sampai suatu ketika, dia terpikat pada seorang wanita dari desa seberang. Desa Singkil, tepatnya adalah desa selatan dan barat dari Kabupaten Malang. Akhirnya dia menikah.
Kehidupan di desa Singkil ternyata membawanya keambang kebangkrutan, karena desa itu sangat tertinggal dan jauh dari keramaian, miskin dan tanahnya sangat tandus. Mulailah ia dengan kehidupan yang sudah lama ditinggalkannya, bertani, menebang pohon, memikul batu gamping, bahkan sampai harus memanggul lemari untuk dijajakan demi beberapa rupiah saja. Bahkan ia pun pernah menjadi kuli pecah batu di Wlingi Blitar demi untuk mendapatkan penghasilan. Keluh kesahnya dipendamnya dalam-dalam.
Ujian tak cukup sampai disitu, karena dari pernikahannya hampir 13 tahun belum mendapatkan keturunan. Doa dan puji kepada yang kuasapun tak pernah lepas dari bibirnya. Mungkin Tuhan menguji kesabarannya. Dia akhirnya mengambil anak angkat dari saudara jauh. Dirawatnya dengan kasih sayang, hingga akhirnya tahun ke-5 putra pertamanya lahir. Ujian masih harus pula ditanggungnya, setelah kelahiran anak pertama dan keduanya, kehidupan di desa semakin tak menentu. Maka nekadlah dia merantau ke Kota Malang.
Sebenarnya banyak saudara jauhnya yang berhasil di kota itu. Rata-rata jadi pedagang. Maka iapun mulai ikut berdagang dengan pinjaman modal seadanya. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya uang hasil keuntungannya berdagang dan setelah terkumpul, dikirimnya ke desa. Beberapa tahun kemudian istrinyapun menyusulnya. Seiring dengan bertambah besar kedua anaknya, tidak semakin baiklah penghidupannya. Karena penghasilannya sudah tak mencukupi lagi. Akhirnya diapun gulung tikar. Pinjam modal sudah tak dipercaya lagi. Diapun memilih pekerjaan lain yang sangat tidak pernah dipikirnya, yaitu menjadi tukang becak.
Perjuangan hidup harus dilanjutkan, dia tetap optimis dan percaya bahwa Tuhan tidaklah tidur. Mungkin memang Tuhan sedang mengujinya. Tetapi prinsip utamanya adalah tetap memegang teguh keyakinan pada Tuhan yang maha pengasih dan penyayang, tetap berusaha memperoleh rejeki yang halal. Berangkat pagi pulang petang, demikianlah dilakukannya selama bertahun-tahun tanpa ada perasaan putus asa.
Seiring berjalannya waktu, anaknyapun tumbuh remaja. Anak lelakinya tergolong baik. Selalu mengikuti kegiatan Pramuka sejak kecil. Dipegangnya Dasa Dharma Pramuka dan Tri Satya sebagai pedoman hidup, itulah keyakinannya. Sementara ujian masih berlaku kepada Sokiman tua, anak perempuannya tak bisa sekolah dan terjebak pada pernikahan muda.
Tetapi Sokiman yang telah beranjak tua tetap berjuang mempertahankan hidup keluarganya. Dididiknya anak lelaki satu-satunya dengan budi baik dan selalu berusaha dipenuhinya keperluan sang anak. Sampai dia yakin betul bahwa anaknya kelak tetap teguh keyakinannya kepada Tuhan dan tetap hormat dan santun pada orang tua serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Ternyata perjuangan itu tidaklah sia-sia, anak lelakinya kini bisa hidup lumayan mapan, walaupun anak perempuannya kurang beruntung. Dia telah berhasil menanamkan keyakinan dan kekuatan mental pada anak lelakinya untuk mampu bertahan menghadapi godaan hidup, minuman keras, rokok, judi dan semua hal yang dilarang telah betul-betul berusaha dilawan oleh anak lelakinya. sampai akhirnya sejak lima belas tahun yang lalu, dia telah berhasil menerima manfaat dari kerja kerasnya. Anak lelakinya bisa memenuhi kebutuhan keluarga dari jerih payahnya. Dia dan istrinya yang telah beranjak senja telah bisa duduk santai tanpa harus bekerja keras lagi.
Sokiman tua bisa hidup tenang, senyumnya sudah bisa mengembang, kerja kerasnya kini adalah, dia berdoa siang dan malam bagi kedua anaknya agar bisa hidup semakin baik dari hari-hari sebelumnya. Tukang becak itu, dengan keyakinan imannya dan kerja kerasnya telah bisa mengubah hidup yang hampir tak bermakna menjadi penuh arti, trutama bagi kedua anaknya.
Semangatmu mengilhamiku wahai tukang becak, engkau juga guruku.

Karya : bara simon
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-motivasi/tukang-becak-juga-guru.html

Akhir Sebuah Pesan

Aku murid pindahan di SMA Bakti. Sebelumnya aku bersekolah di salah satu SMA Swasta di kawasan perkotaan. Tapi, karena mengikuti tugas papa yang seorang insinyur pembangunan kami sekeluarga harus ikut pindah untuk sementara ke luar kota. Kami tinggal disebuah desa yang damai dan sejuk, jauh dari lalu lalang kesibukkan kota. Dari sinilah pertemananku dengan Rey dimulai. Memang, sejak pertama kali aku bertemu dengan Rey ada suatu keganjilan pada dirinya. Rey seorang anak yang senang menyendiri, jarang kulihat dia berbincang dengan teman-teman sekelas. Kali ini aku mencoba untuk memberanikan diri berbicara dengannya. Sebab ada sesuatu yang menarikku untuk berteman dengannya, entah apa itu.“Hmm, permisi. Perkenalkan namaku Dylan, kamu pasti Rey,” ucapku sambil mengulurkan tangan. Saat itu pula dalam benakku muncul berbagai pertanyaan, bagaimana jika Rey tidak memperdulikanku dan pergi begitu saja? Ternyata dugaanku itu salah. Rey menanggapi kehadiranku dengan baik.“Ya, aku Rey. Kamu murid baru itu kan, Dylan,” Rey tersenyum lembut seolah tahu apa maksudku. “Eh, Rey kenapa sih kamu kok jarang berbincang dengan teman lain. Padahal kamu itu ternyata anaknya enak diajak bicara lho,”tanyaku pada Rey.“Mungkin... sebentar lagi kamu akan tahu yang sebenarnya Dylan,” jawab Rey dengan nada datar namun serius.Yang benar saja kata-kata Rey barusan membuat aku takut sekaligus penasaran. Apa ya, maksud dari perkataan Rey tadi? Apakah tidak ada sebuah penjelasan yang lebih logis lagi? Entah benar atau tidak yang dikatakan Rey tadi aku tidak tahu, yang pasti aku merasa harus mengungkapkan sebuah misteri pada diri Rey.“Maaf, apa maksud dari perkataanmu tadi Rey?”. “Sudahlah Dylan tidak usah diteruskan, besok baru aku akan mengatakannya padamu, Ok!” jawab Rey seraya meninggalkanku. Saat itu pula semilir angin lembut merasuki tubuhku, membuat jiwaku sedikit tenang.Bel pulang sekolah berbunyi saatnya para murid bergegas untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Aku pulang dengan berjalan kaki, karena rumahku tidak begitu jauh dari sekolah. Rasanya saat ini hatiku sedang kalut termakan waktu, aku mulai merasakan sesuatu sejak berteman dengan Rey. Kehidupanku mulai berubah, banyak hal aneh yang terjadi pada diriku.
***
Gorden kamarku bergoyang tertiup angin, kulihat indahnya langit disinari cahaya bintang dan bulan. Sejenak aku berpikir, dunia ini memang aneh, begitu banyak kisah yang terjadi dan sebuah takdir yang harus dijalani.Tiba-tiba saja mataku terasa begitu berat dan dengan cepat aku terlelap dalam tidurku. Anehnya dalam mimpiku muncul seorang kakek yang tidak kukenal. Dan aku mencoba untuk bertanya pada kakek tua itu. “Maaf, kakek siapa? Dan apa yang sedang kakek lakukan disini?” Ternyata, ekspresi kakek itu sama dengan apa yang dilakukan oleh Rey. Kakek tua itu hanya tersenyum lembut seolah berkata, suatu saat kau akan mengetahuinya.“Dylan...!!! Cepat bangun sayang, sudah pagi nanti terlambat sekolah lho,” suara mama membuatku terjaga dari tidurku.“Iya, ma…! Dylan bangun,” mimpi apa tadi, lagi-lagi hal aneh terjadi. Siapa ya kakek itu? Tapi hati ini rasanya begitu dekat dengan kakek tua itu. Sudahlah aku harus berangkat sekolah.
***
Di sekolah, aku terburu-buru untuk menemui Rey. Tapi tidak kutemukan Rey dimanapun. Akhirnya setelah setiap sudut sekolah ku jelajahi barulah aku menemukan Rey diruangan Lab. IPA, entah apa yang sedang dilakukannya. Yang kutahu hanyalah melihat Rey sedang menatap langit-langit seolah berbicara pada mereka. Selintas aku berpikir, apakah Rey sudah gila. Tapi tak kuhiraukan pikiran itu, aku mencoba untuk berpikir positif. Kutemui Rey dan bertanya apa yang sudah terjadi selama ini. Tiba-tiba Rey mengatakan suatu hal yang tidak ku mengerti.“Dylan... aku rasa sudah saatnya kau harus mengetahui ini semua. Peganglah tanganku dan pejamkan mata,”ungkap Rey meyakinkan.Kucoba untuk mengikuti apa yang dikatakan Rey. Tiba-tiba seperti ada kekuatan besar yang mendorong dan sebuah angin kencang meliputi kami. Saat Rey mengatakan untuk membuka mata, penglihatanku seakan tak percaya akan apa yang ada di depan mataku. Sebuah pemandangan yang tak dapat dijelaskan secara nalar manusia sedang kulihat. Aku merasa berada di alam lain, sebuah padang rumput luas ada didepan mata. Padahal baru saja kami di ruang Lab. IPA di sekolah. “Dylan, coba lihatlah sekelilingmu lebih seksama lagi. Apa yang kamu lihat?” perkataan Rey membuyarkan lamunanku.“Baiklah, Rey,” jawabku. Tak lama kemudian baru kusadari bahwa didepanku ada sebuah rumah yang sangat mewah, tapi rumah itu terlihat sangat kuno dan nampaknya rumah itu tak asing bagiku, ternyata rumah itu mirip dengan rumah di desa yang sedang aku tempati saat ini. “Bukankah itu rumah yang saat ini aku tempati?”
“Benar, Dylan. Sebenarnya semua silsilah keluargamu berasal dari sini dan kau terpilih untuk mengungkap ini semua. Saat ini aku membawamu ke masa lalu atas permintaan seseorang, kau lihat seorang kakek disana? Amatilah apa yang sedang dilakukan kakek tua itu,” ujar Rey padaku.“Baiklah, sepertinya kakek itu sedang menanam sesuatu tapi bukan tanaman yang sedang beliau tanam. Tapi apa? Eh, lihat Rey sepertinya kakek itu yang pernah muncul dalam mimpiku,” “Ayo! Dylan kita ke sana kakek itu sudah masuk kedalam rumah. Kita lihat apa yang ditanam,” teriak Rey. “I...iya, Rey,”ucapku terbata-bata kebingungan.Kami mulai menggali dengan alat seadanya, tapi...hampir saja kami menemukan apa yang telah kami cari selama ini. Tiba-tiba saja teman kami yang bernama Soraya datang ke ruang Lab. IPA, mengagetkan kami berdua sehingga kami kembali ke dunia nyata. Padahal belum sempat kami mengetahui apa yang di tanam kakek itu. Seketika itu pula Rey menyingkir dan berlari meninggalkan kami. Sementara Soraya bingung melihat apa yang terjadi aku berlari menyusul Rey.“Rey….!!! Tunggu! Sekarang apa yang harus kita lakukan?” Tanyaku kebingungan.“Ini memang sudah takdir, kita tidak boleh menggalinya lewat alam lain. Tapi harus dalam dunia nyata. Kita harus melakukannya sekarang, Dylan antar aku ke rumahmu. Mintalah bantuan orang tuamu untuk menggalinya,” pinta Rey.“Baik!”
***
Mama dan papa membantu kami menggali tanah didepan halaman rumah. Dan ternyata memang benar ada sesuatu didalamnya. Sebuah peti baja berlapis perak yang berisi sebuah naskah kuno yang menjelaskan tentang riwayat keluargaku. Seusai mendengarkan papa mengartikan naskah kuno tersebut, aku menjadi paham apa maksud dari semua ini. Ternyata kakek tua itu adalah ayah dari kakek buyutku. Beliau menyebutkan, bahwa naskah itu adalah benda yang sangat berharga bagi keluarga kami dan harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Itulah sebabnya mengapa papa ditempatkan bertugas di desa ini, karena takdir yang membawa kami.

Karya : windy
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-horor/akhir-sebuah-pesan.html

Inginku

“Honey! Kamu baca komik lagi ya?” ucap mama yang membuatku harus segera menutup buku yang kubaca. “harus berapa kali sih mama negur kamu supaya gak baca komik?” lanjut mama lagi dengan nada suara tinggi“tapi ma. . . sekarang kan hari minggu, aku juga udah nyuci semua yang kotor dan juga menyelesaikan tugas – tugas yang mama berikan. Mama kok pengen Honey kerja terus?”“bukannya begitu, kalo kamu emang punya waktu buat baca komik mending kamu baca buku pelajaran kamu.”“ugh, mama jahat! Mama gak pernah mau mencoba untuk sayang Honey! Kenapa kakak bisa baca komik sementara aku nggak? Kenapa aku selalu saja yang dilarang ini dan itu, dan disuruh kerja ini dan itu sementara kakak hanya matibe (makan tidur berak) aja? Sekarang pun saat aku dimarahi baca komik, kakak malah nggak padahal kan baca komik juga. Aku benci mama! Mama gak pernah berbuat adil padaku!” ucapku lalu belari meninggalkan mama, tentu aja gak lupa bawa balik komik yang aku baca tadi.Mama mencoba memanggilku namun tak kuhiraukan, apapun yang mama ucapkan aku gak peduli lagi. Aku selalu berfikir jangan – jangan aku sangat dibenci mama sehingga memperlakukan aku seperti seorang pembantu. Padahal kan ada bibik yang siap melakukan apa saja. Apa aku ini anak haram, anak angkat atau seseorang yang tak diinginkan hadir dalam keluarga ini? Aku selalu berfikir kalau wanita yang kupanggil mama hanyalah kata kiasan untuknya. Aku seperti tak berarti dihadapannya. Setiap kali ada yang kuinginkan selalu saja ditolak dengan berbagai alasan yang tak mungkin untuk kehidupanku saat ini. Padahal apapun yang diminta kakak selalu saja diberikan walaupun itu hanya untuk membuang – buang uang dengan membeli barang yang tidak berguna (kata mama seperti komik)AKU BENCI MAMA! Aku benci wanita yang kupanggil mama. Kenapa aku gak pernah merasakan kasih sayang dari mama, selalu saja kakak yang ada disampingku kalau aku lagi sedih. Mama gak pernah mau dengar keluh kesahku. Hanya kakak dan bibik yang kupunya, sementara papa hanya sekali sebulan datang berkunjung karena harus mengunjungi kantor – kantor yang berada diluar kota maupun diluar negeri. Aku benci dengan semua yang kujalani.***“kakak kenapa gak masuk? Diluar kan dingin”“biar saja diluar. Kalau aku masuk nanti mama marah sama kakak”“tenang aja kak. Biar kakak tidur dikamarku.”“itu tidak mungkin Honey. Kakak udah pergi dan gak boleh balik kerumah ini lagi. Kakak gak bisa pergi dengan tenang karena mama masih belum bisa menjaga dan menyayangimu.”“tapi kak. . .”“Tidak!” aku terbangun. Ternyata Cuma mimpi, tadi aku tertidur ketika sedang menangis merenungi semua yang terjadi.Apa maksudnya mimpi itu? Bukankah mimpi itu adalah kenyataan 5 tahun yang lalu? walaupun sekarang umurku baru sepuluh tahun mama selalu memperlakukan aku seperti anak umur 19 tahun yang bisa bekerja semua yang diperintahkan. Seandainya tidak ada kakak dan bibik, mungkin aku udah mati capek Karena sejak kakak mengatakan ‘gak boleh balik lagi kerumah’ semua tanggung jawab diserahkan padaku. Kalau saja kakak itu cowok, aku pasti akan memakluminya karena tidak bekerja. Tapi kan dia cewek. Aku selalu saja tak bisa punya waktu untuk bermain. Teman sepermainanku hanya tetangga sebelah yang tinggal bersama keluarganya. Itupun hanya waktu – waktu tertentu Karena dilarang keluar.Perkenalkan namaku Honey Venus Aphrodite. Kata kakak, dia yang menambah nama Honey sementara Venus diberikan oleh mama dan Aphrodite diberikan oleh papa. Aku tidak tau nama kakak, hanya saja kadang aku mendengar mama memanggil kakak dengan sebutan Mine. Teman – teman mengatakan kalau nama – nama dalam keluargaku aneh. Habis. . . coba deh ingat, kakak sering dipanggil Mine, aku Honey, sedangkan nama mama adalah Pallas Athena sedangkan papa adalah Artemis Apollo (setiap undangan untuk mama dan papa selalu tertulis begitu). Guru sejarahku pernah berkata bahwa nama dalam keluargaku diambil dari nama – nama dewa dan dewi Yunani. Mungkin juga sih, aku pernah baca kalau namaku adalah nama dewa dan dewi kecantikan (Venus dan Aphrodite). Tapi dalam cerita the tragedy of romeo and Juliet, berarti orang tua dari sedangkan Honey berarti aku akan selalu mendapat kasih sayang, padahal selama ini hanya kakak yang selalu memberiku kasih sayang yang lebih.Mama selalu saja tak ingin bicara padaku kecuali kalau menyangkut masalah komik. Jadi aku hanya mengenal bahwa wanita yang dipanggil Mama adalah sosok wanita yang selalu saja membentak, melarang, dan menghukum jika melakukan kesalahan, tidak seperti yang diceritakan oleh semua teman – teman sebayaku. Sedangkan aku mengenal bibik adalah sosok yang selau menyayangiku seperti kakak juga menyayangiku. Mama tak pernah memberiku komentar atas hasilku sebagai peringkat 1 umum disekolah, serta prestasiku dalam basket dan volli yang sudah tak bisa diragukan lagi. Semua teman – teman mengandalkanku, syukur jika sudah dikasih ucapan ‘selamat ya’ dari mama. Aku pasti akan senang andai saja mama mengatakan satu kata yang dibarengi dengan wajah tersenyum. Tapi. . . Mama selalu saja bicara padaku dengan nada yang tinggi dan wajah yang menakutkan. Bagiku yang pantas untuk kusebut ibu adalah bibik dan bukan mama. Walaupun bibik memberiku kasih sayang, Aku tetap merindukan kasih sayang dan pelukan mama, aku haus akan kasih sayang mama. Aku benci dengan film ataupun sinetron yang menyiarkan jasa – jasa seorang ibu. Ketika mengandung dan melahirkan dengan susah payah, pokoknya aku benci!“neng Honey, waktunya makan. Semua udah nungguin.” Ucap bibik masuk kedalam kamarku.“apa kakak ikut?” ucapku“ndak neng, kakak neng nggak pernah pulang lagi sejak 5 tahun terakhir”“oh begitu ya? Ya sudah. . .” aku berjalan mengekori bibik ke ruang makanKenapa semua orang yang ada dirumah mengatakan kalau kakak gak pernah kembali sejak 5 tahun terakhir? Padahal kan kakak selalu ada dirumah dan menghiburku. Menemaniku, dan bahkan memberikan aku komik untuk dibaca. Aku tak bisa menebak pikiran mereka.Selama makan kami tak pernah bertegur sapa. Beruntung jika ibu bertanya padaku tentang sekolahku. Aku benci akan hal itu, semuanya tak pernah peduli padaku tentang semuanya.***Hari ini pun tetap sama seperti sebelumnya, mama tak menegurku. Padahal hari ini adalah pemberian rapor dan aku mendapatkan peringkat pertama di sekolahku. Hah. . . seandainya kakak, pasti mama akan mengucapkan selamat dan membawa mama ketempat favorit kakak. Ke toko buku dan membelikan buku komik sebanyak yang diminta kakak. Tapi aku. . . aku bahkan tak pernah mendengar ucapan mama, kecuali membentakku.Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku. Kenapa hanya aku yang bisa melihat kakak, dan yang lainnya nggak?Aku pusing mengingat semua itu. aku beranjak meninggalkan ranjangku dan menuju ketempat kesukaanku, meja belajar yang selama ini selalu menjadi pelipur laraku. Dengan meja belajar yang selalu siap kapan saja aku butuhkan, aku menggambar lanjutan komik yang kubuat selama ini. Komik yang selalu kubuat untuk menceritakan kehidupanku yang terjadi selama ini. Kakak duduk diatas ranjangku menemaniku dengan wajah tersenyum lalu tertidur. Wajahnya sangat tenang walaupun agak pucat. Aku tersenyum memperhatikan kakak yang tertidur, dia sangat manis, namun tak seorangpun yang kakak sukai dan ingin dijadikan pacar. Pernah ada beberapa cowok datang ke rumah untuk mengajak kakak keluar, tapi kakak tak pernah keluar tanpa aku. Padahal mama selalu mengatakan agar tak mengajakku, tapi selalu saja ada alasan yang membuat mama mengijinkan aku keluar bersamanya. Yang paling aku sukai diantara cowok yang pernah mengajak kakak, aku paling menyukai kak Andi. Abis, dia selalu membelikan aku es krim setiap kali mengajak kakak keluar (gimana enggak, bayangin aja setiap kali keluar bersama kakak yang bicara selalu saja aku. Jadi yach semacam alat untuk membungkam mulutku yang cerewet.)Aku kembali melanjutkan gambaranku. Sekarang sudah lembaran yang kedua puluh. Jika selesai aku ingin membawanya ke penerbit buku, semoga saja diterima. Aku merapikan meja belajarku dan melangkah menuju tempat kakak tertidur. Aku berbaring disampingnya sambil memeluknya. Malam ini begitu dingin, bahkan hingga kedalam tulang – tulangku. Rasanya seperti diremuk – remuk oleh benda berat.HUAHHH. . . aku membuka lebar – lebar mulutku, dan EHEKH UGH. . . uhh serangga sialan, tau aja nih kalo mulut lagi terbuka lebar. Aku memuntahkan serangga yang baru saja melompat masuk kemulutku ketika aku menguap tadi. Benar – benar payah kan? Aku memang sering teledor, kalo menyangkut tubuh (terutama dibagian wajah) tapi aku berusaha menutupinya. Kan ada pepatah yang mengatakan, kelemahan bisa menjadi senjata yang paling bagus, eh itu pepatah atau bukan yach? Aku lupa, pernah baca dari mana. Kulihat kakak sudah bangun lebih awal dariku.Hari ini adalah hari pertama liburan yang panjang. . . banget. Yach setidaknya liburan selama dua bulan adalah liburan yang paling panjang. Hahh. . . sekarang adalah saat untuk menentukan dimana aku akan berlibur nanti. Hmmm pilih yang jauh atau dekat ya? Kalau dekat, ada kota Mamuju. Katanya disana ada pantai yang indah dan pulau yang berbentuk buaya. Aku pengen liat deh. . . tapi apa mungkin mama mengizinkan aku untuk pergi berlibur? Tapi kalau aku diam terus, aku pasti tidak tahu apakah mama mengizinkan aku atau tidak. Jadi kumantapkan diriku untuk menemui mama meminta izin (sebenarnya gak perlu sih, tapi aku masih menganggapnya sebagai mamaku)“ma. . . aku pengen liburan, karena sekarang kan semua teman – teman aku sudah pergi libur.” Ucapku kepada mama yang sedang menyulam sebuah sweather yang berwarna Pink dan putih. Itu adalah warna kesukaanku dan kakak. Itu pasti untuk kakak, karena mama tak akan memberiku itu, mama tak akan bersusah payah membuatkannya untukku.Mama hanya diam. Sesekali ditatapnya wajahku dengan tatapan kesedihan dan penuh rasa iba seolah ingin mencoba untuk tegar menghadapi kenyataan. Tapi kenyataan apa yach? Aku tak mengerti apa maksud mama menatapku seperti itu “ma. . . aku akan berlibur ke Mamuju, aku ingin meminta persetujuan mama sebagai mamaku.” Ucapku lalu berlalu meninggalkan mama. Aku tak perlu menunggu jawabannya karena mama tak kan menjawabnya.***Hari ini aku sudah bersiap – siap berangkat ke Mamuju. Dengan menggunakan pesawat hanya membutuhkan waktu 2 jam. Tapi pertama – tama aku harus mengecek rekeningku siapa tahu uang dalam rekeningku tak cukup selama aku berada di Mamuju untuk berlibur.Kulangkahkan kakiku menuju mobil yang selama ini selalu setia menemaniku kemanapun aku melangkah. Mobil dengan warna blue and white, dilengkapi gambaran anime kesukaanku, kira yamato bersama kagari dalam serial anime jepang gundam speed, menuju ke tempat ATM terdekat.Hmm lumayan banyak. Kira – kira siapa yang mengirimkan uang sebanyak ini ke rekeningku yach? Mungkin aku mengenalnya. Aku periksa setelah aku tiba dirumah. siapa tau kakak yang menambahkan uang ke rekeningku agar aku bisa berlama – lama di Mamuju, tempat tujuanku berikutnya. Uang yang masuk kedalam rekeningku baru – baru ini sekitar sepuluh juta. Yap lumayanlah untuk menambah rekening yang isinya tinggal sedikit untukku.Tiba dirumah, kuperiksa daftar nomor rekening dalam keluargaku. Dan ternyata benar, kakak yang mengirimkan uang padaku.“kakak! Aku sayang padamu!” Ucapku seraya melompat kearah kakak dan memeluknya.“bagaimana?”“terima kasih kak. Akhirnya uangku cukup untuk berangkat ke Mamuju menggunakan pesawat.”“eitsss, tapi kakak tetap harus ikut. Kakak harus menjaga dan menemanimu ketempat yang baru kau kenal itu.” ucap kakak melepaskan pelukanku lalu merangkulku.“siiip deh!” ucapku sambil mengacungkan jempol dan mengedipkan mata.***Akhirnya tiba juga aku diMamuju. Tempat yang selama ini selalu menjadi khayalan dalam mimpi indahku. Aku membawa koperku sambil mengekori kakak dari belakang.“kak, sepertinya ada yang aneh deh.”“oh ya?” lalu entah apa yang dilakukan kakak sehingga semua kembali normal.Beberapa taksi menunggu di Bandara, namun hanya satu jenis taksi, taksi yang bertuliskan tasha centre. Padahal kalau dikotaku banyak sekali jenis taksi, salah satunya blue bird. Selama perjalanan menuju ke kota Mamuju, jalanan Nampak lengan, hanya sesekali ada mobil yang melintas. Ketika masuk kesebuah perkampungan, mulailah jalanan ramai dihuni oleh motor – motor yang lewat. Mereka gak disiplin banget sih, kok gak pake helm.“pak kira – kira dimana tempat untuk untuk menginap? Paling tidak kalo tidak ada hotel yah penginapan.”“dikota kami, hotel baru ada satu. Hotel berbintang sedang dibuat diarea pantai.” Ucap supir taksi itu.“oh kalau begitu antarkan kami kehotel itu ya pak.”Sesekali aku menurunkan kaca mobil, karena sumpek dengan aromanya. Hmm udaranya sangat segar, jarang – jarang dapetin udara sesegar ini.***TRRRTRTTTR . . . getar HP disakuku mengagetkanku. Dari bibik “halo bik ada apa?” ucapku memulai lebih dulu percakapan“neng, gimana keadaan neng Honey sekarang? Sudah mendapatkan hotel untuk tinggal kan?” ucap bibik yang terdengar gelisah“oh bibik tenang saja, aku udah dapat hotel kok, pelayanannya juga baik. walaupun tidak semewah yang kudapat dirumah, tapi setidaknyamenyenangkan.” Ucapku dengan nada riang.“syukur deh neng. Karena. . .” ucapan bibik terpotong. Entah apa lanjutannya.Bibik menutup telpon tanpa memberitahuku kenapa, tapi yah sudahlah. Lagipula kakak juga baru saja tertidur pulas. Lebih baik nanti saja aku memikirkannya.Aku berbaring disamping kakak mengedarkan pandanganku seluruh kamar yang sedang kuhuni dan mataku tertuju pada satu lembar brosur. Hmmm sepertinya itu daftar wisata di kota ini. Aku bangun kembali dan mengambil brosur yang sengaja diletakkan dimeja itu. Terpampang sebuah foto beserta namanya. Mau tau gak? Isinya bertuliskan, Pantai Lombang – Lombang, kali soddok, eh btw busway namanya lucu ya. Oke lanjutin lagi, gentungan, wah – wah kok tempatnya pada jauh semua sih? kan pengen liat gimana keadaan semua tempat yang ada dibrosur ini.Aku melangkah turun menuju meja resepsionis. Dan bertanya beberapa hal kepadanya.“mbak, kira – kira disini mallnya ada dimana ya? Soalnya selama perjalanan tadi satu pun tidak ada yang kutemui” ucapku pada pegawai resepsionis itu“ohh maaf dek, disini belum ada mall, ada sih Cuma namanya bukan mall tapi istana murah. Kalo ada yang mau mbak butuhkan bisa kesana”Yah payah nih! Terus hmm. . . biasanya selain mall kan ada minimarket, “oh ya mbak kalau minimarket, ada tidak?” ucapku“oh kalau minimarket dek ada, terserah yang mana yang mau mbak pilih. Apakah Harmoni atau Daemart.”Wah ternyata ini benar – benar kota yang baru berkembang (maksudnya baru dikembangin) bayangin aja gak ada mallnya, kalau dimakassar sih pasti ada mall. Tapi bosan juga kalau tiap liburan kesana. Padahal kalau pergi nengok nenek di Korea pasti menyenangkan. Tapi mau bagaimana lagi, kalau sampai dirumah nenek pasti aku dimanjain. Emang enak sih, tapi kan kasihan nenek ngurusin aku padahal usianya sudah memasuki Manula (usia nenek sudah hampir seratus tahun loh)Aku kembali kekamar. Kulihat kakak sedang menulis sesuatu didalam sebuah diary. Semakin lama diperhatikan aku semakin penasaran, akhirnya aku mengendap – endap menuju belakangnya dan mulai melirik apa yang ditulisnya.“Honey! Sampai kapan kamu akan memupuk sifat jelekmu itu? Mulai dari sekarang sadari semua kekuranganmu dulu baru menghakimi mama!” ucap kakak tanpa menoleh ke arahku“maaf deh kak, Honey kan Cuma pengen tau. Apa sih yang kakak tulis?”“rahasia perusahaan dong”“memangnya papa udah ngasih perusahaan untuk kakak?”“maksudnya rahasia pribadi, gak boleh ada orang yang tau. Kamu itu. . .” kakak menarik hidungku “dasar anak kecil” lanjutnya“aduh kak, sakit.” Keluhku sambil berusaha melepaskan tangannya.***Menyenangkan sekali liburan disini. Apa lagi sekarang memasuki Ramadhan. Biarpun berkumpul bersama keluarga, tapi tetap saja seperti kuburan yang tak ada suara. Canda, sapa, dan apapun tak ada. Semuanya suram. Aku benci dengan keadaan seperti itu, istilahnya “gak asik”.DRRRDT DRTTRS“halo assalamu alaikum.” Sapaku pada seseorang diseberang sana.“wa alaikum salam. Honey, kamu dimana sih? aku kangen nih ma kamu. Dasar Honey curang! Kok liburan gak ngajak sih.”“sorry deh ka-one. Soalnya mendadak banget. Jadi lupa deh buat ngajak kamu”“aku kangen ma kamu. Kamu dimana sih sekarang? Aku nyusul kamu sekarang ya.”“terserah kamu deh. Oh ya Arika aku pengen minta tolong ma kamu.”“boleh tapi Tanya dulu dimana kamu liburan” ucap Arika merengek“aku ada di Mamuju sekarang. Eh bawain aku beberapa novel baru ya. Kamu yang beliin tentunya. Yach ngitung – ngitung sebagai oleh – oleh dari situ”“oke deh Honey! Tungguin aku yach. 6 jam lagi aku ada ditempatmu. Beritahukan dimana kamu tinggal yah”“loh kok lama banget? Kan Cuma butuh 2 jam untuk sampai kesini” keluhku padanya.“Hei! Kau mau menang sendiri ya? Aku harus ke Gramedia untuk membeli pesanannmu, dan menyiapkan baju untuk berlibur bersamamu untuk menemanimu”“iya deh sorry. Aku tungguinkamu loh. Bilang aja disupir taksi kehotel srikandi. Dia pasti akan langsung tau.”“oke deh” ucapnya.Aku menutup telepon. Dia adalah Arika, teman baikku sejak kecil. Aku sangat suka dengan dia, karena dia selalu saja manjain aku dan memberiku kasih sayang sebagai ibu, dan juga ayah. Aku tak pernah mendapat kasih sayang dari keluargaku. Mereka semua terlalu terpaku pada kakak“Honey!” teriak kakak“ada apa kak?”“jangan menjelek – jelekkan orang tua. Nggak baik loh”“tapi kan kak. Emang kenyataannya kayak gitu”Kakak melangkah menuju kearahku dan duduk disampingku “Honey, kakak yakin semua yang mama lakuin sama kamu itu ada maksud dan tujuannya”“maksud kakak, supaya membuat Honey kuat, tegar, dan menyadari kasih sayang yang diberikan orang lain pada kita walaupun itu tidak tampak” ucapku agak meninggikan suara, karena aku masih sangat menghargai kakak“tuh. Honey sendiri tau akan hal itu. Kenapa kamu masih ingin membenci mama?” ucap kakak lagi dengan sabar.Aku tak sanggup lagi untuk menjawab. Apa lagi hari ini kakak menguliahi aku lagi seperti sebelumnya. Itulah yang tak kusukai dari orang lain, memberiku ceramah 1 menit. Padahal kakak hanya ingin memberiku yang terbaik, supaya aku gak menyesal dikemudian hari.Tapi, aku juga gak pengen seperti Sasuke dalam cerita Naruto yang mengetahui kebenaran dari semua yang dilakukan oleh kakaknya yang sebenarnya untuk dirinya. Yach harapanku sih gak kayak gitu karena aku yakin kalo mama punya alasan kenapa membenciku.Kakakku punya kehebatan loh. Dia bisa membaca pikiran orang (seperti tadi). Kadang aku mengosongkan pikiranku sebelum berbicara pada kakak, karena pasti kakak akan tahu apa yang baru aja aku lakuin kalau sedang berada didepan kakak.“kak. . . dia siapa? Kenapa bisa berada dalam kamar kita?” tanyaku sambil menunjuk orang asing itu.Kakak melirik kearah yang baru saja aku tunjuk, dan disaat itu juga kakak berteriak. Waduh suara kakak melengking banget, sampe – sampe gendang telingaku ingin pecah.“wah sepertinya kalian sedang asik nih. Aku boleh ikutan gak?” Tanya orang asing itu. Ya ampun benar – benar gak punya sopan santun. Mesti diberi pelajaran nih.“dengar ya Orang asing…”“sandy!”“terserah! Kamu mesti dididik. Kamu gak punya sopan santun sedikitpun.”“Honey. . . kamu tahu lagi bicara dengan siapa?” ucap kakak dengan nada yang sedikit bergetar.“enggak kak. Emangnya dia siapa?” tanyakuKakak menjadi diam setelah aku bertanya. Baru kali ini aku melihat kakak berekspresi seperti itu. Ketika berekspresi sepertitadi, wajah kakak terihat seperti mayat hidup, sangat putih karena pucat.“kak! Ayo jawab. Emang kenapa dengan dia?” ucapku dengan nada yang sedikit tinggi.“oh, eh maaf honey. Dia adalah. . .” ucapan kakak mengambang di udara “bukan. Dia siapa – siapa.”Cowok ini menyenangkan banget deh. Abis dia nyambung bangt ma aku, dia tahu semua animasi jepang. Bahkan tahu bahasa Jepang. Yah walaupun belum lancar sih, tapi aku senang jika mendapat teman baru yang sama sepertiku***“Assalamu alaikum.” Seseorang mengetuk pintu dari luar.“Waalaikum salam” ucapku lalu berlari menuju pintu“ARINA” “HONEY” ucapku dan arina bersamaan.Kami berpelukan melepas rindu (maksudnyamelepaskan rindunya arina karena aku pergi tanpa memberitahunya.)Aku mengajaknya masuk kedalam kamar yang baru aku tempati selama sebulan ini. Dia mengeluarkan beberapa buah buku“nih, pesananmu. Susah tahu nyari novel baru. semuanya udah kamu baca. Jadi, mesti nunggu kiriman yang aku pesan online. Untungnya cepat, jadi gak perlu nunggu ampe 2 3 hari” ucap Arina langsung nyerocos tanpa dikomando. Matanya tertuju pada Sandy orang yang baru aku kenal beberapa menit yang lalu. “dia siapa Honey?” tunjuk Arina.“kenalkan. . .” baru saja aku ingin memperkenalkan eh dia malah motong ucapanku“perkenalkan tuan putri. Namaku Sandy, nama tuan putrid siapa?” ucap Sandy sedikit menggoda Arina.Arina menjauh dari Sandy dan bersembunyi dibalik punggungku. Hmm. . . dasar Arina "honey!" suara Arina terdengar dari seberang "ada apa?" tanyaku sehalus mungkin. aku tidak tau apayang terjadi padaku selama beberapa bulan ini, tiba - tiba sifat dan amarahku seolah hilang. aku seperti manusia yang hidup tanpa arah. "honey! cepat kerumah sakit. mamamu terkena musibah" mendengar kata mama, aku langsung kaget. 'mama? sudah berapa lama aku tak mendengar suaranya, merasakan belaiannya?' pertanyaan itu terus terngiang dipikaranku. akankah semua itu terjawab? "arina! bagaimana keadaan mamaku?" tanyaku pada Arina. perasaan yang sempat hilang itu kini kembali. aku bertanya padanya dengan wajah sudah basah terkena air mata yang sejak tadi kutahan. "sejak tadi mamamu mencarimu. dia terus memanggilmu. kusarankan untuk segera bertemu dengannya." ucap Arina yang mulai panik. aku langsung berlari menuju kamar yangditujukan arina. "mama!" teriakku histeris wanita yang selama ini kubenci sampai kedalam sanubariku berubah menjadi wanita yang sangat lemah dan tak berdaya. aku tak percaya dengan segala hal yang kulihat hari ini "Honey. maafin. . . mama. . ." "nggak ma. justru Honey yang minta maaf." aku terus menteskan air mata. aku gak ingin menahannya lagi. aku ingin menumpahkan segalanya kepada mama. "honey gak tau kalau selama ini kakak udah pergi dari dunia ini. honey gak tau kalau kemampuan honey buat mama takut. maafin honey ma." "mama. . . hanya ingin. . . Honey menjadi kuat dengan segala hal yang tak bisa honey miliki. . . mama hanya ingin agar. . . honey tidak seperti mama ketika seumuran dengan kamu yang sangat mudah untuk menangis. . . mama. . ." "honey ngerti kok ma. tapi mama harus janji agar mama tetap mau menemani honey disini. mama gak akan nyusul kakak" "maafin mama. . . tapi sepertinya untuk yang terakhir pun mama tidak bisa memenuhi permintaanmu. tapi mama. . . punya hadiah untuk ulang tahunmu yang akan dirayakan hari rabu besok" "mama. honey gak butuhhadiah. honey hanya ingin agar mama tetap berada disamping honey" "maaf. . . honey. . ." TIIIT. . . bunyi inhalator yang menjadi penunjang hidup mama. "mama!"*** hari ini adalah hari ulang tahunku. tepat sehari setelah mama pergi. kemampuan yang kudapat dari kedua orangtuaku membuatku tak kehilangan dengan semua orang yang aku cintai. hadiah dari mama akan kujaga dan kurawat agar dapat dinikmati oleh anak dan cucuku kelak. . . inginku. .

Karya : hoshi akari
Sumber : http://cerpen.net/cerpen-remaja/inginku.-.html